Helm Handal, Tidak Perlu Mahal!

Penentuan titik-titik jatuh beban untuk Uji Penyerapan Energi Kejut.

Penulis masih ingat betul ketika adanya kewajiban SNI di helm menjadi topik hangat di milis/diskusi diantara para anggota klub/komunitas roda dua. Wajar banyak pengendara roda dua yang ragu terhadap SNI 1811-2007 yang hendak mengatur tentang standarisasi helm untuk pengendara kendaraan roda dua. Masalahnya, sosialisasi terkesan minim dan tidak terbuka perihal pengujian terhadap helm-helm yang dijual di pasaran. Nah selasa lalu (21/10) sebagian pertanyaan sudah mulai terjawab.

Adalah RSA (Road Safety Association) yang mengadakan acara Factory Visit ke salah satu pabrik produksi helm lokal. Walaupun terkesan mendadak, tak kurang dari 22 perwakilan komunitas/klub bergabung untuk mengunjungi pabrik PT. DMI (Dinaheti Motor Industri) yang berlokasi di Cikarang, Jawa Barat tersebut. Perusahaan yang sudah berdiri sejak 1979 ini memproduksi beberapa merk helm lokal, diantaranya INK dan KYT. Selain itu mereka juga memroduksi beberapa merk helm luar negeri, tapi hanya untuk kebutuhan ekspor.

Setiba di sana, rombongan RSA langsung disambut oleh Thomas Liem, GM Manufacturing Operation PT. DMI. Setelah melalui perkenalan singkat, diskusi pun dimulai. Hal yang pertama dibahas adalah tentang klasifikasi helm.

DSC_0019Rombongan RSA mendengarkan penjelasan Thomas Liem, GM Manufacturing Operation PT. DMI

Menurut Thomas, ada tiga klasifikasi helm berdasarkan bentuk yaitu Full Face, Open Face dan Half Face. Pada saat menjelaskan tentang klasifikasi helm ini lah, para bikers yang hadir baru sadar bahwa terjadi salah kaprah. Helm Half Face ternyata adalah helm yang hanya menutupi setengah bagian kepala saja. Jenis helm ini biasanya disebut helm cetok  karena hanya melindungi bagian atas kepala. Sementara, yang selama ini disebut helm Half Face, justru masuk ke kategori Open-Face. Tampak muka para bikers yang tersenyum malu, baru sadar salah kaprah. Sempat terjadi diskusi sesama bikers saat mengetahui kenyataan ini. Walaupun merasa sudah kadung digunakan di khalayak umum, bahkan komunitas bikers sendiri, namun semua yang hadir sepakat untuk mulai merevisi sebutan tersebut dan menyebarkannya ke komunitas masing-masing.

DSC_0028

Thomas Liem, GM Manufacturing Operation PT. DMI, sedang menjelaskan struktur helm.

Pembicaraan berlanjut tentang konstruksi helm secara lengkap. Dari mulai Shell (bagian terluar),  EPS Shell (bagian dalam yang terdiri dari busa), Comfort Padding (bagian-bagian internal untuk kenyamanan) hingga Chin Strap (pengikat dagu).  Thomas lagi-lagi menekankan pentingnya kualitas yang baik dari bagian-bagian ini. “Bagian-bagian ini sangat penting! Kalo saja tiap-tiap bagian tidak layak, maka akan sangat fatal akibatnya. Misalnya bagian EPS Shell terlalu keras, maka ketika terjadi benturan, justru EPS tersebut yang menyebabkan benturan langsung dirasakan oleh kepala, yang bisa berakibat fatal. Demikian juga jika terlalu lembut, maka helm tidak berfungsi melindungi sama sekali”, ujarnya sambil menunjukkan beberapa bagian helm yang dimaksud. Thomas juga menekankan pentingnya mengenakan helm yang sesuai dengan ukuran kepala. Ia menambahkan, “Jangan langsung berpikir bahwa helm buatan luar negeri itu pasti sesuai. Bentuk dan ukuran kepala orang Indonesia berbeda dengan orang Eropa atau Amerika, yang mungkin terjadi malah anda tidak nyaman dengan helm tersebut”.

Konstruksi ini ternyata sangat penting. Hal ini diingatkan kembali oleh Henry Tedjakusuma, selaku Direktur PT. DMI yang turut berdiskusi dengan rekan-rekan RSA. “Helm itu sebenarnya berangkat dari konsep Shock Absorber yaitu menyerap benturan. Jadi jika susunan material sebuah helm tidak dibuat dengan standar mutu yang layak, maka hampir dapat dipastikan helm tersebut gagal menjalankan fungsinya. Karena, benturan yang terjadi tidak disebar ke seluruh bagian, malah bertumpu pada satu titik dan menyebabkan cidera fatal pada otak. Akibatnya pengguna helm bisa meninggal jika mengalami benturan”, demikian dinyatakan Henry, yang juga pemilik dari PT. DMI.

STANDAR NASIONAL INDONESIA
Nah perihal SNI ini, pihak DMI bersemangat sekali memberikan penjelasan. Thomas mengatakan, “DMI sudah melakukan standarisasi ketat jauh sebelum SNI diberlakukan. Karena kita mengekspor beberapa merk helm, maka kontrol kualitas dari ECE atau DOT justru sudah kami lakukan sejak beberapa tahun lalu. Bahkan jika produk kami tidak lulus tes, ribuan produk serupa terancam gagal ekspor. Itu sebabnya ketika SNI mulai diberlakukan, kami tidak terlalu kaget. Yah, walaupun ada konsekuensi dari sisi biaya produksi karena kami harus menyiapkan cetakan baru lagi dengan label SNI yang di-emboss. Tapi karena ini peraturan, kami tetap mengikuti. Toh tujuannya baik. Jadi kenapa tidak?”, ujar pria yang sering diminta untuk menjadi pembicara perihal industri helm ini.

Perihal sistem emboss pada helm SNI, Thomas menambahkan bahwa jika hanya diberikan stiker, maka sistem ini rentan pemalsuan. “Sekarang zaman sudah canggih. Kalo Cuma stiker, dengan mudah akan dapat dipalsukan. Kasihan produsen yang sudah mati-matian memenuhi SNI dan berhak menempelkannya di produk mereka, tapi di luar sana dengan entengnya produsen liar main tempel SNI di helm yang belum di tes.” ujarnya dengan tersenyum.

Henry Tedjakusuma, Direktur PT. DMI, menjelaskan perihal SNI.

Henry Tedjakusuma, Direktur PT. DMI, menjelaskan perihal SNI.

Sementara itu, Henry Tedjakusuma, lebih melihat SNI sebagai sebuah kemajuan dari sisi Nasionalisme dan hak konsumen. “Sebagai negara berdaulat, kita harus punya standar yang kuat dan diakui oleh dunia internasional. SNI kan tidak dikarang, melainkan dibuat dengan referensi dari standar Internasional yang sudah ada. Proses mendapatkan SNI yang telah ditempuh oleh DMI sangat rumit dan ketat. Tapi kami berhasil memenuhinya. Dan harap diingat, proses ini terus menerus. Artinya, produsen akan terus diawasi oleh pemerintah. Dalam hal ini tentunya Lembaga Sertifikasi Produk atau LSPro”. Ia juga menambahkan bahwa SNI menjamin hak konsumen untuk mendapatkan helm yang layak. “Helm dari luar negeri belum tentu bagus. Kita harus sadar betul bahwa helm punya masa kadaluarsa layaknya barang industri manapun. Nah jika kita tidak punya SNI, maka helm dengan merk terkenal yang sudah mendekati masa kadaluarsa akan dengan mudah masuk ke masyarakat. Padahal, usia teknisnya sudah hampir habis. Nah, SNI mencegah hal itu karena adanya ketentuan mengenai hal tersebut. Di sinilah hak konsumen dilindungi, sementara produsen dipacu untuk memproduksi barang berkualitas” ujarnya serius.

PENINJAUAN PABRIK
Diskusi sesi pertama diselesaikan untuk kemudian dilanjutkan dengan sesi peninjauan proses produksi di PT. DMI. Atas dasar pertimbangan Legal serta perjanjian dengan klien mereka, rombongan RSA diminta untuk tidak memotret saat melihat proses produksi. Namun nantinya pada saat di Lab. pengujian, maka dipersilahkan untuk melakukan dokumentasi.

Peninjauan proses produksi helm diikuti dengan antusias oleh bikers yang turut serta. Dengan bimbingan Thomas Liem, para bikers mendengarkan secara seksama bagaimana sebuah helm diproduksi. Mulai dari bentuk dasar yang berasal dari biji-biji plastik, lalu penambahan cat dasar, decals atau grafis di permukaan helm, hingga finishing di bagian kualitas control. Tak lupa diperlihatkan pula bentuk dasar helm sebelum diberikan padding. Secara garis besar, produksi helm dikatakan sangat menarik. Dari butiran-butiran biji plastik itulah akan tercipta sebuah elemen yang melindungi kepala pengendara motor. Dari pengendara harian di jalanan, hingga pembalap profesional.

LABORATORIUM PENGUJIAN
Setelah berkeliling pabrik, rombongan dibawa ke “tempat impian” yaitu laboratorium pengujian. Layaknya anak kecil yang dibagikan permen, semua bikers mengerubungi Thomas atau Henry yang mencoba memberikan penjelasan dari tiap-tiap ujicoba. Bambang, penguji di Laboratorium juga tak lupa luput dari cecaran pertanyaan serius tapi santai ala bikers. Sesi Laboratorium berlangsung cukup lama dan menyita perhatian. Namun semua bikers yang hadir merasa cukup puas dengan diizinkannya mereka untuk melihat proses produksi serta pengujian helm.

Suasana pada saat pengujian helm

Suasana pada saat pengujian helm

Untuk dokumentasi pengujian helm, silahkan lihat ke Dokumentasi Pengujian Helm SNI 1811-2007‘.

Sesi diskusi kembali dibuka oleh Henry Tedjakusuma, Direktur PT. DMI untuk melihat sejauh mana pengetahuan yang diserap oleh bikers setelah melakukan peninjauan pabrik. Seperti yang sudah bisa diduga, diskusi kembali menghangat soal kualitas helm. Dari Benny, timbul pertanyaan perihal anti-fog, sebuah fitur di kaca helm untuk mencegah timbulnya embun di kaca/visor helm. Walaupun terdengar keren, tapi Henry tidak merekomendasikan penggunaan fitur ini. “Di Indonesia, tidak ada musim dingin. Yang ada hanya musim hujan dan kemarau. Belum lagi dengan kelembaban yang cukup tinggi. Sejauh pengetahuan saya, jika fitur anti-fog coating pada helm digunakan di Indonesia, paling hanya bertahan selama 4-6 bulan. Setelah itu akan muncul retakan-retakan pada coating. Penyebabnya yah itu tadi. Karakter musim di sini yang cenderung tropis.”, ujarnya.

Bro Amir, salah seorang jurnalis, juga turut bertanya kepada pihak DMI.

Bro Amir, salah seorang jurnalis, juga turut bertanya kepada pihak DMI.

Selesai dengan itu, lagi-lagi perihal kualitas helm lokal dan impor menjadi bahan diskusi. Menanggapi hal ini, Thomas menjawab bahwa helm lokal, selama itu diproduksi dengan kualitas yang standar, atau mengikuti SNI maka layak dipakai. “Tidak masalah itu helm lokal atau impor. Yang penting memenuhi standar dimana negara itu berada. Dalam hal ini Indonesia punya SNI. Jadi baik helm lokal/impor harus memenuhi itu. Anda lihat sendiri kan pengujian tadi? Sangat-sangat ketat! Jadi selama produsennya patuh pada peraturan SNI, helm itu layak dipakai. Jangan terpengaruh merk. Helm handal gak perlu mahal kan? “, tambahnya lagi dengan tersenyum.

Diskusi ditutup dengan sharing perihal maraknya anak-anak menjadi penumpang sepeda motor tetapi tanpa dibayangi dengan aturan yang jelas. “Di Australia, anak-anak dibawah umur 4 tahun tidak diperbolehkan menjadi penumpang kendaraan roda dua. Dan coba anda lihat, banyak sekali anak-anak kecil yang menjadi penumpang motor, tetapi tidak mengenakan helm. sementara orang tuanya justru memakai helm. Ini kan ironis. Padahal anak kecil maupun orang dewasa mempunyai hak yang sama untuk selamat selama perjalanan”, tambahnya.

DSC_0093

Akhirnya semua yang hadir sepakat bahwa SNI layak mendapat apresiasi dalam hal standarisasi. Walaupun banyak juga yang ragu terhadap pengawasan pemerintah, namun rasa optimis harus dijaga. Kunjungan ke PT. DMI menjadi sebuah pelajaran penting bahwa produk lokal ternyata bisa juga bersaing dengan standar nasional maupun internasional. Tinggal bagaimana kita mengapresiasinya, untuk keselamatan di jalan tentunya. Dari pihak produsen sudah membuka diri untuk berdiskusi perihal helm dan SNI. Dari pihak konsumen, sudah mulai menerima SNI menjadi bagian kampanye SR mereka. Dengan harga yang terjangkau, diharapkan masyarakat mulai beralih ke helm dengan sertifikasi SNI. Kini perhatian dialihkan ke regulator, dalam hal pemerintah. Mungkin sudah saatnya kita berkomunikasi konkret dengan badan yang terkait untuk pengawasan SNI helm ini. Ada yang punya usul? (hnr)

8 comments on “Helm Handal, Tidak Perlu Mahal!

      • halo gan, please dong jangan sembarang komentar kalo belom tau lebih jelasnya. Agan kan belom tau lebih jelasnya tolong jangan ngomong sembarang, mengingat agan adalah seorang blogger. hanya karena satu kata dari anda, akan mempengaruhi image helm orang lain.

    • iya gan。 Helm SNAIL telah lulus uji SNI. Kita produksi dari China dimana helm kami sepabrik dengan pabrik helm kelas eropa seperti Shiro, Acerbis, dll. Meskipun begitu kita udah ikut standar Indonesia dan disesuaikan dengan kebutuhan orang Indonesia. Kita juga merencanakan untuk pembukaan pabrik di Indonesia tahun depan.

Tinggalkan Balasan ke bodats Batalkan balasan