Catatan Penulis:
Tulisan ini dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama akan mengupas hasil diskusi sesi pertama. Mohon maaf jika terlalu panjang, hal ini bertujuan agar didapatkan informasi yang tersampaikan tidak parsial. Sementara, bagian yang kedua, rencananya akan memuat jawaban dari pertanyaan yang dititipkan oleh penulis ke pihak kepolisian.
Belum tuntas. Itulah kata yang tepat untuk menggambarkan sikap penulis seusai diskusi di Motorplus, Rabu kemarin (03/03). Diskusi bertema “Mengungkap realitas Undang-undang No. 22 Tahun 2009. Lebih Tahu, Tahu Lebih”, tersebut, diadakan di ballroom Gedung Gramedia Majalah, di kawasan Jl. Panjang, Kebun Jeruk, Jakarta Barat.
Diskusi yang dihadiri oleh komunitas bikers dan media ini, menghadirkan beberapa narasumber. Tulus Abadi dari YLKI, Edy Haloman Gurning dari LBH Jakarta, Eddy Gunawan, ATD, Meng. SC dari Kementrian Perhubungan dan tak lupa AKBP Nelida Rumapea, SH, MH dari Dirlantas Polri.
Dibagi dalam dua sesi, masing-masing narasumber, mulai mempresentasikan pemahaman mereka tentang uu terbaru ini. Dari Kementrian Perhubungan, Eddy Gunawan, mengatakan, “Kita sadar, ini butuh proses. Oleh sebab itu, kami juga berusaha sekuat mungkin untuk apresiatif terhadap keinginan masyarakat. Dan saat ini pun Peraturan Pemerintah (PP) untuk undang-undang tersebut sedang digodok secara cermat, agar tidak terjadi kesalahpahaman”. Lebih lanjut Eddy menambahkan, “Ada beberapa hal yang bisa salah kaprah. Misalnya, perihal modifikasi. Masak iya, setiap kali orang memodifikasi harus minta izin? Kita semua bisa repot kalo begitu. Bagi saya pribadi, modifikasi itu sebenarnya karya seni. Jadi kita harus mengapresiasi. Namun bagaimana caranya, dalam konteks berkendara, modifikasi tidak menyalahi peraturan dan tidak membahayakan si pengguna maupun orang lain”, ujar pria yang mengaku juga gemar berkendara motor ini.
Sementara itu, Eddi Halomoan Gurning dari LBH Jakarta justru memertanyakan sejauh mana kesiapan pemerintah dalam menindaklanjuti undang-undang tersebut. “Sebuah undang-undang saya ibaratkan bagaikan aliran sungai. Ada hulu, ada hilir. Artinya, jika ingin mengalir, dipastikan dulu, bagaimana air ini tiba di hilir. Adakah sampah yang turut serta, atau mungkinkah menyebabkan banjir di salah satu sisi? Demikian juga dengan hal ini. Jika undang-undang memerintahkan penggunaan helm SNI, nah sejauh mana sosialisasi hal tersebut kepada masyarakat?” Tak lupa ia menambahkan bahwa hampir satu tahun sejak ditandatangani, peraturan pendukung seperti Peraturan Pemerintah, Petunjuk Teknis dan lain sebagainya belum dituntaskan. “Untuk itu, kita coba lihat sejauh mana kejelasan pengaturan ketentuan-ketentuan tersebut. Jika kita inventarisir, masih ada 58 peraturan pelaksana dan teknis yang harus diberlakukan guna menunjang operasional UU ini. Nah pertanyaannya, sudahkah peraturan ini dibuat? Sebab jika tidak, nanti malah akan memberikan akses kepada oknum aparat dan lagi-lagi masyarakat jadi korban”. Selain menyoroti kendaraan bermotor, Edy menyikapi perihal transportasi umum. “Misalnya saja perihal halte bus. Kalo pengemudi tidak diperbolehkan menurunkan/menaikkan penumpang di sembarang tempat, adakah rasio yang dipakai dalam penempatan halte? Jangan sampai, jarak antar halte terlalu jauh. Ini tidak realistis namanya”.
Sementara itu, Tulus Abadi dari YLKI mengkritisi sikap pemerintah yang terkesan cuek dengan kondisi transportasi massal saat ini. “Lihat bagaimana banyaknya kendaraan pribadi dibandingkan kendaraan umum. Kenapa? Karena masyarakat tidak lagi merasa aman dan nyaman. Di sinilah letak permasalahaannya. Nah, masalah ini tambah ruwet karena pemerintah belum juga menyiapkan mode transportasi yang aman dan nyaman, serta murah. Lihat saja bagaimana hingga saat ini banyak koridor busway yang belum dioperasionalkan. Lalu bagaimana dengan monorail? Apalagi subway, makin tidak tahu kapan akan dilakukan”. Selain menyoroti lambannya pemerintah merespon fenomena kecelakaan lalu lintas dan transportasi massal, Tulus juga mengkritisi bagaimana para ATPM Sepeda Motor melakukan kampanye penjualan. “Hingga saat ini masih banyak ATPM kita yang menggunakan tema kecepatan dan kemampuan akrobat dalam kampanye/iklan penjualan mereka. Akibatnya, pola pikir ini turun ke calon pembeli dan masyarakat. Naik motor harus berkecepatan tinggi dan meliak-liuk bagaikan pemain akrobat”, tambahnya lagi.
Diskusi sesi pertama ini mulai menghangat ketika diberikan kesempatan tanya jawab kepada para narasumber. Hampir semua bikers mengangkat tangan. Beberapa pertanyaan menarik berhasil disoroti oleh penulis.
Bro Rio, dari HTCI (Honda Tiger Club Indonesia) misalnya. Ia mengkritisi bahwa kampanye undang-undang tersebut masih minim dan perlu waktu. “Mungkin harus lebih disebarkan ke masyarakat. Entah itu melalui media, diskusi publik seperti ini, ataupun dari komunitas/klub roda dua. Saya rasa, semua komunitas bikers bersedia menjadi agen penyebaran UU ini”. Lalu beberapa bikers juga menyoroti perihal peraturan yang masih tidak jelas. Misalnya, perihal knalpot bising ataupun perihal penggunaan helm SNI.
Bro Rio, dari HTCI saat menanyakan perihal sosialisasi.
Nah perihal penerapan helm SNI ini, Edy dari LBH Jakarta punya pemaparan menarik. “Perubahan dari peraturan lama ke peraturan baru, butuh waktu. Ini yang disebut masa transisi. Apalagi jika panduan teknis atau peraturan pemerintahnya belum ada. Nah, untuk helm SNI, melihat perkembangan di masyarakat, seharusnya pemerintah kembali melakukan sosialisasi. Jika memang dianggap perlu, harus kembali diperpanjang sosialisasinya”. Edy menambahkan, “Jika PP-nya belum ada, atau aturan teknisnya belum jelas, rekan-rekan bikers bisa memperdebatkan pasal yang mengatur tentang helm SNI tersebut. Sebab, inilah yang menimbulkan akses bagi oknum aparat untuk memperdayai masyarakat yang buta hukum. Hal yang sama juga berlaku bagi knalpot”.
Sepakat dengan hal di atas, Eddy Gunawan juga menambahkan, “Saya sepakat bahwa kita masih butuh sosialisasi. Saya tidak memungkiri itu. Perlu waktu untuk membiasakan masyarakat kita dengan peraturan baru. Karena ini semua berhubungan dengan budaya. Membentuk budaya baru itu tidak mudah”, ujarnya. Untuk helm SNI, pria berkacamata ini juga menambahkan, “Yah tidak mungkinlah kita sita semua yang helm non-SNI. Kita sosialisasikan dahulu kepada masyarakat”, ujarnya lagi. Perihal knalpot, Eddy juga paham akan keresahan masyarakat. “Kami sedang mengerjakan petunjuk teknisnya, dan juga peraturan pemerintah-nya. Saat ini kami bekerja secepat mungkin untuk kepentingan masyarakat”.
Wanto, dari Lampung, bertanya perihal sanksi terhadap modifikator.
Beberapa bikers mempunyai pandangan yang beragam. Ivan, dari HMPC (Honda Mega Pro Club) Jakarta misalnya. “Di satu sisi, kita akhirnya tahu bahwa UU ini belum bisa sepenuhnya dilaksanakan, karena masih belum adanya peraturan pemerintah teknis. Tapi justru itu yang rentan terhadap penyelewengan”. Ivan lalu bercerita bagaimana salah seorang rekannya yang modifikasi knalpotnya dipermasalahkan. “Padahal Cuma dua knalpot standar dipasang di satu motor. Hanya untuk tampilan keren. Suaranya biasa saja. Awalnya petugas polisi tetap ngotot mau menindak. Tapi setelah berdebat cukup lama, ia “menyerah” dan memersilahkan rekan saya tersebut melanjutkan perjalanan. Ini terjadi di luar kota Jakarta”, ujarnya.
Sementara itu, Disa, dari KHCC (Karisma Honda Cyber Community) justru merasa diskusi ini informatif. “Berarti, Peraturan Pemerintah itu yang mengatur lebih lanjut. Ini informasi bagus. Argumentasi ini cukup bisa dipakai untuk menangkal oknum polisi yang nakal”, ujar pria yang serius menikmati diskusi sambil sesekali menyeruput kopi panas yang disediakan oleh panitia tersebut.
Diskusi sesi pertama harus diakhiri karena sudah melewati waktu makan siang. Alhasil, di sela-sela makan siang, bikers ramai membicarakan hasil diskusi tersebut. Tak lupa beberapa diantaranya menunggu kedatangan perwakilan pihak kepolisian. Sementara, penulis sudah tak sabar memberikan daftar pertanyaan dari para pembaca blog ke pihak kepolisian.
Hingga detik ini, daftar pertanyaan yang penulis berikan ke ibu AKBP Nelida Rumapea, SH, MH dari Ditlantas Polri, belum juga dijawab via email sesuai janji beliau.
kenapa sih tiap ada acara kaya gini di depan meja pasti ada hiasan kembang2 n bunga2…hihihihh..
pertamaxxx dulu ah
ah lu ben, kan lo yang bisnisin tuh bunga. pura-pura gak tahu lu….
smart bastard!
https://bodats.wordpress.com
biar nggak sumpek ben . .
Mungkin ada baiknya lain kali motorplus menaruh blok mesin dan shockbreaker Ohlins di atas meja. Biar atmosfernya lebih terasa. Xixixixixix….
smart bastard!
https://bodats.wordpress.com