Catatan:
Review yang dilakukan adalah hasil pengamatan independen penulis, dan tidak mendapat tekanan dari pihak manapun, termasuk produsen yang mengeluarkan produk. Review ini juga tidak bisa dijadikan acuan ataupun standar dalam penilaian. Penulis, dengan semangat berbagi dan independensi blogger, hanya memberikan pendapat seobyektif mungkin perihal suatu produk.
Setelah KYT V2R dan Ink CBR600 mampir ke meja review, kini penulis berkesempatan untuk mencoba satu lagi helm produk anak negeri. Setelah melego V2R kepada seorang teman :D, penulis memutuskan untuk mencoba salah satu produk KYT kembali yaitu tipe Runner 2. Sebenarnya penulis sudah sejak lama mengincar jenis helm ini. Namun karena generasi awalnya menggunakan sistem penguncian dagu yang menggunakan mekanisme micro-lock, entah kenapa penulis merasa ragu. Hingga akhirnya dari seorang rekan yang membeli varian terbaru, terlihat bahwa sistem chin strap-nya menggunakan model buckle.
Desain Eksternal
Saat melihat pertamakali, entah mengapa, penulis teringat kepada disain helm merk Airoh. Sepertinya ada kesamaan bentuk secara mendasar. Karakter desainnya terkesan sport adventure. Terlihat dari bentuk yang sedikit lancip di ujung depan. Penulis sendiri berpendapat, Runner 2 seperti helm motorcross yang “dihaluskan”. 😀
Menggunakan visor bening, Runner 2 mempunyai 7 ventilator, yang penulis duga sebagai tempat masuknya aliran udara untuk mengalirkan udara ke dalam helm saat digunakan. 3 ventilator ada di depan, 2 di samping bawah, dan 2 di atas, yang bisa diatur terbuka/tertutup. Sementara, grafis minim bertuliskan “Runner 2” cukup bisa diterima secara estetika. Tak lupa logo Emboss SNI sudah tertera di bagian belakang sebelah kiri. Homologasi DOT (Department of Transportasion) juga telah terpasang di bagian belakang.
Untuk Visor, tersedia 2 tuas untuk mengangkat visor jika dibutuhkan. Sementara itu, bukaan pertama, cukup lebar untuk melakukan defogging ketika hujan. Bagi yang belum tahu, defogging adalah usaha untuk menghilangkan efek embun di kaca helm bagian dalam, saat terjadinya hujan. Tidak ada yang kebal terhadap efek cuaca tersebut.
Internal
Bagian pads, seperti biasa, ada yang bisa dilepas agar bisa dibersihkan. Dalam hal ini adalah bagian pipi kanan dan kiri. Sementara sisanya tidak bisa. Tak lupa ada fitur sun ray visor. Terdapat tuas di sebelah kiri bawah, untuk menurunkan visor tambahan berwarna hitam transparan tersebut. Fitur ini cukup membantu saat berkendara di bawah sinar matahari terik. Bisa dilihat juga adanya label pemberitahuan tahun produksi helm di bagian dalam.
Test Pakai
Runner 2 langsung diuji oleh penulis untuk penggunaan sehari-hari. Awalnya memang sedikit gerah. Wajarlah, namanya juga helm full face. Apalagi mengingat suasana lalu lintas Jakarta yang kerap macet. Akibatnya aliran angin tidak berjalan dengan mulus ke dalam helm. Tetapi karena adanya ventilator, tidak terlalu gerah. Apalagi, faktor safety helm full face lebih baik dibandingkan open atau modular helmet, maka ini harus bisa dimaklumi. Toh jika terjadi kemacetan, tinggal membuka visor dan angin/sirkulasi udara bisa berjalan lebih baik lagi.
Pada saat berkendara di siang hari, fitur sun ray visor sangat membantu. Harap diketahui juga, jika terlalu lama melihat panas yang berasal dari aspal, atau kendaraan lainnya, mata bisa mengalami kelelahan dan juga iritasi. Disinilah fitur tersebut mengambil peran. Teriknya sinar yang masuk ke mata bisa tereduksi hingga tetap nyaman melihat kondisi di depan, tanpa harus membuat mata lelah.
Sementara, untuk keselamatan, pengunci dagu model buckle sangat mudah digunakan. Tersedia pula webbing untuk menyesuaikan dengan karakter dagu/leher pengguna. Lalu untuk kebisingan, Runner 2 bisa dikatakan lebih baik dari CBR 600 yang pernah penulis coba. Saat mencapai kecepatan 60 km/jam, hanya menghasilkan suara dari bawah atau area dagu. Sementara bunyi desing/siulan, terdengar sesekali saat kecepatan mencapai 80 km/jam. Noise level ini sangat penting, karena helm yang terlalu bising bisa merusak pendengaran secara permanen!
Saat Hujan, penulis tidak menemui masalah. Seperti biasa, defogging dilakukan dengan mengangkat visor “satu langkah”. Saat hujan deras sekalipun, tidak ada air yang masuk dari depan. Hal ini mungkin karena sekat yang ada di sekitaran visor. Namun, pengoperasian visor harus dengan sedikit usaha, alias tidak bisa terlalu pelan. Walaupun demikian, visor tetap user friendly.
Awalnya, penulis tidak mengira akan menemukan permasalahan di helm ini. Tapi ternyata tidak demikian. Entah kenapa, di bagian dalam, yaitu bagian kuping, Runner 2 mempunyai bentuk yang berbeda. Jika CBR 600, atau KYT V2R memberikan ruang tersendiri dan lebih luas untuk telinga, Runner 2 justru menyatukan bagian tersebut. Akibatnya, bagi penulis yang memilih ukuran XL, daun telinga selalu tertekuk di bagian tersebut. Dalam perjalanan 20 menit saja, hal itu sudah menyiksa. Tapi penulis menemukan solusinya. Jadi, setiap kali memakai helm, penulis harus menyempatkan diri “merapihkan” posisi telinga agar tidak terjepit. Solusi ini lumayan berhasil. Nah, karena bentuk ruang telinga yang berbeda ini, bagi pengendara yang ingin menggunakan handsfree atau headset HT, akan mengalami kesulitan. Jika pun dipaksakan, akan menyiksa telinga.
Untuk desain ruang telinga ini, ada baiknya PT. DMI selaku produsen Runner 2 memerbaiki hal tersebut. Seharusnya ada riset terlebih dahulu perihal desain dan konstruksi helm tersebut. Mengingat helm full face digunakan pada perjalanan yang berjarak lebih jauh dengan durasi yang lebih lama.
Terlepas dari permasalahan tersebut, dari sisi desain eksternal dan “look”, Runner 2 berhasil menampilkan kesan sporty dan maskulin. Menggunakan helm ini untuk harian, tidak jadi masalah. Noise level juga tidak terlalu bising (ini subyektif). Fitur sun ray visor sangat membantu, dan pengoperasian chinstrap buckle sangat mudah.
Runner 2 tersedia di berbagai toko helm. Khususnya di Otista, Jakarta Timur atau Kebon Jeruk, Jakarta Pusat. Tersedia dalam berbagai pilihan warna polos atau pola tertentu. Beberapa toko online pun mempunyai stok Runner 2. Seperti Juraganhelm.com misalnya. Dengan harga kisaran empat ratus ribuan, Runner 2 bisa menjadi andalan untuk touring, atau juga penggunaan sehari-hari. Semoga berguna. (hnr)
saya juga punya helm tersebut sejak 2 tahun yang lalu, waktu pertama kali diperkenalkan di PRJ th 2008, masalah pertama pada ukuran, kebetulan teman saya juga belinya bareng pada saat itu, saya beli ukuran XL, sedangkan teman saya ukuran L, pada kenyataannya ukuran L lebih terasa longgar dibandingkan XL, trus masalah ke-2 aksesoris diatas visor seperti alis lemnya kurang bagus membuat lem jadi lepas. semoga produsen kyt berikutnya lebih baik mengeluarkan produknya.
@kuro. PR produsen helm lokal masih banyak. Terutama masalah noise level. QC-nya juga harus terus diperbaiki… 😦
runner2 ane versi Airoh pecahhh …………………..
hiks … http://andryberlianto.wordpress.com/2009/09/10/kyt-runner-2/
Sing penting SNI
@kurnia, mantab bro!
saya udah ngliat di 2 helem dobel visor beda merek,,kalo di liat dari depan busa bagian samping telinga/dahi agak nekuk kedalam gitu agak aneh, mungkin karna space nya kemakan buat dobel visor nya yah..?
@dhuwur, mungkin juga bro. Tapi mengorbankan kenyamanan jelas bukan solusi…
weh,koq banyak komplen ya…..
btw, ternyata bebek matic pertama di indonesia bukanlah Honda revo AT apalagi Yamaha Lexam..
tapi NUSANTARA ARJUNA, Matic Cub 50cc 2 Stroke…
cekidot:
http://mocinrider.wordpress.com/2010/11/03/nusantara-arjuna-bebek-matic-pertama-50cc-2tak/
Saya memiliki helm runner 2 sudah 2 th,karena kaca helm di bagian dlm dkt pengaity sudah kotor
bgaimna cra membuka kaca helm’y???
Thanks.