Asyiknya Berdiskusi Tentang Industri Sepeda Motor

Hiramsyah Thaib (CEO Bakrieland), Bambang Susantono (Wamenhub), Paulus (YMKI) & Edo Rusyanto.

Rabu (12/01) Marketing Gallery Rasuna Epicentrum tampak ramai. Pasalnya, ada peluncuran buku oleh Edo Rusyanto, atau biasa saya sebut Om Edo. Jurnalis dan juga pesepeda motor yang sudah kenyang asam garam menulis ini, untuk kedua kalinya menelurkan buku. Kali ini, topiknya masih sama, seputar dunia otomotif dan transportasi. Judul bukunya adalah “Hiruk Pikuk Bersepeda Motor”.

Peluncuran buku dilakukan melalui serangkaian diskusi dengan menghadirkan beberapa narasumber. Dari ATPM ada beberapa perwakilan, seperti dari YMKI, TVS dan juga AHM (Astra Honda Motor). Sementara dari Media banyak juga yang hadir, entah itu media online, cetak dan juga blogger. Beberapa perwakilan komunitas juga hadir. Sementara narasumber utama adalah Paulus dari YMKI (Yamaha Motor Kencana Indonesia), Bambang Susantono yang merupakan Wakil Menteri Perhubungan dan Hiramsyah Thaib, CEO Bakrieland.

Bro Eko dari RSA.

Dalam sesi diskusi yang seharusnya menjadi penghantar materi bagi buku, bahan pembicaraan justru melebar. Akibatnya, pembicaraan tidak lagi perihal industri sepeda motor dan hiruk pikuknya, melainkan lebih ke transportasi, infrastruktur dan regulasi hingga bagaimana cara ATPM beriklan. Bambang Susantono misalnya, Wakil Menteri Perhubungan ini secara santun meminta kepada ATPM untuk tidak membuat iklan-iklan yang berorientasi kepada Speed. “Iklan ATPM janganlah melulu dengan tema kecepatan. Lihat saja salah satu iklan ATPM, ada yang saking cepetnya naik motor, bajunya sampai robek-robek. Lalu ada juga yang naik tangga. Bahkan ada yang berakrobat di tengah-tengah pasar. Ini yang akan dijadikan persepsi oleh masyarakat. Dikhawatirkan, perilakunya jadi ikut-ikutan. Naik motor supaya bisa berakrobat (tidak pada tempatnya) dan kebut-kebutan. Dicarilah orientasi yang lain. Misalnya faktor ekonomis dan kenyamanan. Itu lebih baik,” ujar pria yang juga alumni ITB ini. Sindirkan ini dijawab dengan senyum sumringah dari Paulus, selaku perwakilan YMKI.

Sementara, berbicara soal kemacetan dan hiruk pikuk, baik Sigit Kumala dari AHM mapun Paulus sepertinya sepakat bahwa selama transportasi belum memadai, masyarakat akan selalu melihat sepeda motor sebagai moda transportasi yang efektif. “Sederhana saja. Selama transportasi belum dibenahi, masyrakat pasti enggah menggunakan transportasi yang ada. Kecuali sudah dibenahi. Pasti lambat laun mereka beralih,” ujar Paulus. Hal senada disampaikan Sigit, “Masyarakat sudah cerdas kok. Jika memang transportasi sudah dibenahi, pasti penggunaan sepeda motor otomatis berkurang. Tapi selama itu (pembenahan) belum dilakukan, yah mungkin akan tetap memilih sepeda motor.”

Sementara itu, Ratna Yudita dari ITDP (Institute for Transportation and Development Policy) menyoroti perihal keengganan pemerintah dalam mengelola transportasi publik yang lebih manusawi. Hal ini disampaikannya langsung ke Bambang Susantono. “Transportasi publik yang aman, nyaman dan manusiawi bukanlah sebuah pilihan, tapi keharusan. Kenapa? Dengan adanya sistem transportasi terintegrasi, masyarakat tidak perlu lagi mengandalkan sepeda motor sebagai moda transportasi. Dengan demikian, lalu lintas lebih managable. Tetap macet, tapi lebih teratur,” tegasnya.

Sementara itu, beberapa anggota komunitas juga menyoroti banyaknya aparat pemerintah yang justru gagal menjadi contoh dari sebuah ketertiban berlalu lintas. “Saya pernah lihat polisi patroli berkendara motor sambil telponan. Lalu ada juga patroli polisi, dimana supirnya asik mengamati hape saat berkendara. Bukankan ini melanggar peraturan?” ucap bro Rizal, anggota Pulsarian dari Depok menyemarakkan suasana. Tapi sayang, karena keterbatasan waktu, tidak semua yang hadir bisa bertanya atau memberikan pendapat. Acara pun usai sebelum jam 12 dan dilanjutkan makan siang.

Penyerahan buku kepada para narasumber.

Dalam konteks pengantar buku om Edo, jelas diskusi sudah keluar “jalur”. Tapi toh itu jadi semacam Blessing in Disguise. Artinya, dari diskusi tersebut, terkuaklah berbagai macam ide dan opini seputar permasalahan transportasi di ibuota Jakarta, dan daerah penyangganya. Dan menurut om Edo, itu semua hanya bagian kecil dari yang ingin ia sampaikan. “Pada intinya, itu semua memang saling terkait. Industri roda dua tidak bisa lepas dari kebijakan pemerintah soal transportasi massal, infrastruktur, penerapan standar industri hingga penegakan hukum di jalan. Setidaknya, dari diskusi ini kita bisa lihat, semua elemen masyarakat sadar dimana pangkal masalahnya. Mudah-mudahan buku ini bisa sedikit mencerahkan,” tegas  Om Edo yang juga anggota KHCC (Karisma Honda Cyber Communty) ini saat berbincang dengan saya usai diskusi. Sebuah harapan sederhana dari problema yang pelik.(hnr)

Iklan

3 comments on “Asyiknya Berdiskusi Tentang Industri Sepeda Motor

Tinggalkan Balasan & Jangan Tampilkan Link Lebih Dari 1.

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s