Foto ini diambil penulis ketika rekan-rekan RSA (Road Safety Association) melakukan aksi simpatik di sekitar Tugu Proklamasi beberapa waktu lalu. Nah, di lokasi tersebut, sering terjadi pelanggaran massal oleh para pengendara kendaraan bermotor yaitu melawan arus. Dari mulai sepeda motor, angkutan umum hingga mobil mewah sekalipun tetap melakukan pelanggaran tanpa mempunyai malu. Apakah itu sudah cukup? Ternyata tidak.
Dari pantauan penulis, terdapat beberapa pesepeda yang kerap disebut goweser yang melintas, dan juga melawan arah. What the hell? Penulis merasa bingung dan sedih. Jujur, pesepeda adalah salah satu komunitas yang penulis hargai, karena pada umumnya, mereka tertib berlalu lintas. Cukup banyak rekan penulis, yang biker, tetapi juga goweser. Umumnya, mereka berusaha untuk tertib, layaknya ketika mengendarai sepeda motor.
“Apapun kendaraannya, jika pola pikirnya masih tidak memahami resiko berkendara di jalan raya, perlengkapan apapun yang dikenakan, akan sangat percuma!” demikian tegas Jusri Pulubuhu, head instructor JDDC (Jakarta Defensive Driving Consulting) ketika berbincang dengan penulis beberapa waktu lalu. Dan lagi-lagi pernyataan penikmat moge tersebut menjadi kenyataan.
Pesepeda yang tertangkap kamera, sudah menggunakan peralatan yang memadai. Mulai dari helm bersepeda, sepatu, jaket dan juga sarung tangan. Tak lupa beberapa lampu menyala kedap-kedip di bagian depan dan belakang. Mantab sekali. Tetapi sayang, kelengkapan berkendara itu tidak dibarengi oleh pola pikir yang tepat. Inilah yang dapat menyebabkan kecelakaan.
Jangan pernah menganggap semua peralatan yang anda kenakan saat bersepeda akan membuat anda terhindar dari kecelakaan! Semua itu bermula dari pola pikir. Tahukah anda bahwa kerasnya aspal tidak mengenal jenis pengendara? Kecelakaan juga tidak mengenal jarak dan juga bentuk kendaraan. Lengah sedikit, siap-siap menjadi bagian dari statistik kecelakaan. Tidak terkecuali pesepeda.
Mengapa melawan arus dipermasalahkan? Mohon maaf, penulis tidak ingin membahas soal aturan lalu lintas. Sanksi administratif itu mudah. Kalau memang pesepeda bisa ditilang, toh tinggal bayar saja. Apalagi jika petugasnya mau disogok. Bayar saja, beres! Tapi bagaimana jika saat enak bersepeda, lalu ada pengendara yang hendak menepi dari belakang mobil? Sementara anda tengah asik mengayuh sepeda di sisi jalan yang berlawanan arah. Si pengendara motor, pastinya berasumsi tidak ada kendaraan yang melawan arus. Tapi ternyata berbeda dan…. Braakk! Tabrakan tidak terhindari. Jika si pesepeda motor melaju di kecepatan 40-50 km/jam saja, akibatnya bisa fatal. Baik bagi pengendara motor, atau si pesepeda. Pikirkan pakai logika, muka pesepeda lawan helm full face biker menang mana? Kerangka tubuh pesepeda lebih kebal benturan aspal dibandingkan biker? Think Again!
Nah, jika bertabrakan head to head? Jika beruntung, si pengendara motor yang menggunakan helm, akan selamat. Tapi si pesepeda? Minimal harus siap “mereparasi” muka atau bagian mulutnya. Pasalnya, helm pesepeda memang tidak didesain untuk menahan benturan dari depan. Helm itu hanya melindungi bagian atas saja.
Kawan, seberapapun mahalnya sepeda anda, maut tidak perduli dengan itu. Frame impor, kacamata bermerk, helm mahal, hingga ban atau velg berharga jutaan rupiah itu sama sekali tidak ada gunanya, ketika pola pikir kita sudah salah kaprah. Kepala anda akan menghantam kerasnya aspal, sama seperti pengendara lainnya. Tubuh anda akan merasakan trauma jika ditabrak/menabrak kendaraan lain. Sama dengan pengguna jalan non-mobil. Lalu apa yang berbeda? Tidak ada. Menggunakan sepeda di jalan raya, sama berbahayanya dengan berkendara motor, menumpang angkutan umum, dan bahkan mengendarai mobil pribadi.
Lalu apa yang harus dilakukan? Pelajari lagi tehnik berkendara sepeda di jalan raya. Pahami peraturan lalu lintas, dan alasan mengapa tidak boleh dilanggar. Camkan pula resiko yang harus anda (dan orang lain) tanggung jika bertindak semau gue di jalan. Ingat, jalan raya tidak berbelas kasih. Tapi kita, manusia bisa melakukan itu. Namanya empati.
Mungkin para pesepeda tidak suka dengan postingan ini, dan mencibir. “Tuh yang naik motor juga kayak orang gila! Naik trotoar, selap-selip seenaknya”. Well, itu memang tidak terbantahkan. Tetapi kalau berperilaku sama, untuk apa bersepeda? Jika perilaku para pesepeda sama dengan pengendara motor. Bersiaplah untuk menghadapi kenyataan pahit, ketika jumlah pesepeda yang tewas di jalan raya akan semakin “meriah”. Ride safe brada…(hnr)
SUPER DUPER LIKE THIS !!! gw udah bikin 2 artikel …
http://indobikermags.com/2010/10/30/mulai-kesal-dengan-prilaku-tukang-gowes/
http://indobikermags.com/2010/10/30/pendapat-malah-ditanggapi-negatif-yah-monggo-its-your-problem-anyway/
@mbah, kalem…. yup, gue lihatnya aja miris. Kok gak ngerasa ngerampas hak orang lain saat melawan arus?
Soal perilaku goweser, ada teman satu komunitas motor yang langsung “dibantai” oleh rekan-rekannya ketika ningkring bareng naik sepeda, tapi gak pake helm, lampu depan belakang dll. Safety itu bukan hal yang bisa ditawar. WAJIB!
@cicakmerah, betul bro. Itu namanya mentalitas gerombolan. Gak motor, gak mobil, gak siswa sma, pasti begajulan kalo udah rame-rame. Tetap simpatik lah….
percaya ato nggak, kalo ketemu goweser “mingguan” beuuuh! …. 👿 👿
goweser klo dah ramean.. egonya menggunung.. nganggep ga bakal ada yg nabrak… motor kalah euy 😀
POP QUIZ 😀
di gambar pertama, kalau (amit-amit) tuh sepeda tabrakan sama mobil… yang manakah yang bakal digebugin orang sekitar sana
a. tukang parkir berpakean item, karena mukanya ngeselin
b. rider fu, karena ujug-ujug berenti nonton
piss ahh
@krisna, yang pasti tukang ketoprak akan tetap berlalu. 😀
@om iksa, akur om….
@vanz, setuja! 😀
Ha ha ha ini juga perlu penyuluhan kepada para goweser itu …
Maklum dulu cuma golongan yang suka dan tetata dalam club, sekarang semua nggowes –
setuju..
Selayaknya sepeda punya plat nomer sendiri dan wajib ada SIM khusus juga, sehingga jika terjadi pelanggaran lalu lintas oleh goweser, polisi bisa menindak dengan tilang, sehingga bisa menekan angka kecelakaan goweser itu sendiri.
padahal tidak ada yang jual nyawa scond loh…..
apalagi kalo jumat malem di sudirman….sepeda2 jalan di jalur busway, jalur cepat, nyebrang seenak jidat…
ada gak ya klub grombolan jalan kaki…. 😆 perlu pakai safety juga kayaknya.. jangan pakai sendal jepit yang alus.. nanti bisa ndelozoor.. kurang grip 😆
@cidtux, wakakakaka… bisa aje bro….
Jumlah pesepeda berapa sih di Jakarta? Ada jalur khusus kah buat pesepeda? Yang suka lawan arah berapa banyak sih? Banyakan mana dibanding mobil dan motor yg lawan arah? Gw rider motor. Gw juga bike to worker rutin di Jakarta setahun belakangan, dan gw tau golongan mana yang paling doyan lawan arah. Yang jelas, jawabannya bukan pesepeda.
saya tidak bicara kuantitas. Saya bicara realitas, mau sedikit, mau banyak, gak ada yang kebal kecelakaan di jalan. mari mulai menghargai orang lain.
Hahaha.. Jadi begini bung Bodat. Hal yg anda tulis diatas itu ibarat membahas 100 orang yg dikenal jahat melakukan kesalahan, dan satu orang yg dikenal baik melakukan kesalahan, dan anda fokus menyoroti satu orang baik yg berbuat salah, seakan-akan dia itu lebih bersalah dibanding 100 orang jahat. Bung Bodat sendiri seperti mengamininya, dan menuliskan “Mungkin para pesepeda tidak suka dengan postingan ini, dan mencibir …”
Kalau bung Bodat bisa fair, jangankan pesepeda, pejalan kaki yg baik-baik jalan di trotoar aja diseruduk sama angkutan umum. Pada dasarnya, ga ada sih yg merasa kebal dari kecelakaan. Para pesepeda juga sadar hal itu. Tapi postingan bung Bodat ini membuat seakan-akan para pesepeda ga sadar. Ah, bung Bodat..
@dimar, sensi banget lu.
gue juga hobi naik sepeda dari 2006 biasa aja baca artikelnya.
gue gak ngebantah, banyak pesepeda makin gak tertib.
santai aja men. kalo lu tertib, yah udah gak usah sensi.
@dimar, ngoceh aja mulut lo. tuh liat gambarnya, fakta kan? bukan rekayasa. kayak mahluk suci aja yang naik sepeda. banyak juga yang arogan kok.
Ya elaaahh.. salah ya salah.. gw naek motor.. kadang naek sepeda bike to work pondok kopi – ciputat.. naek mobil juga.. kalo sepedaan gw mending sendirian.. kenapa ga bareng rombongan ? Kalo udah rombongan sikap egosentris sangatlah menonjol. Masih banyak yang belum taat akan aturan lalu lintas.. jalan di trotoar, nerobos lampu merah, brenti di atas zebra cross. Jujur.. gw MALU.. makanya enakan sendirian bisa tertib. Coba baca tulisan ini dengan pikiran jernih.. jangan emosi meluap2 dan yang pasti.. jangan tutup mata sama kelakuan temen2 yg mengayuh sepeda di jalan. Yang tertib ada, yang ga tertib pun ada, kalo ada yg dikomen ga tertib ya terima aja karena itu KENYATAAN. Kalo mo komen soal pejlan kaki yg ga tertib juga ya silahkan.. ga aada yang ngelarang. Gw sebagai pesepeda juga dah ga respek dengan pesepeda yg kelakuannya seenak udelnya ga menghiraukan aturan. Sama halnya dengan pemotor, pemobil dan pejalan kaki yang urakan, nilainya sama dimata gw. Karena bukan karena moda transportasinya, tapi kelakuan individu per individu. Kalau mah dihargai orang lain, hargailah diri sendiri dulu, lanjut hargai orang lain.. niscaya lo bakal dapet tuh penghargaan. Jangan cuma dibikin artikel gini kelakuan dan super defensif.. #lantjoet ngoenjah roti soemboe..
Ping-balik: Rombongan Gowes Arogan Sama Dengan Moge dan Namex, Gitu Kali Ya? - roda2blog.com