“Ngapain sih keliling Indonesia?” itulah pertanyaan yang saya lontarkan kepada Farid Gaban, jurnalis dan juga seorang pejalan di acara Kombi#2 lalu. Ya, Jumat (13/5) malam kemarin, otobloggers Indonesia kembali membuat acara obrol santai ala blogger. Kali ini yang kebagian jatah cuap-cuap adalah tim Zamrud Khatulistiwa.
Bagi yang belum mengenal apa itu Zamrud Khatulistiwa, monggo webnya disambangi di sini atau akun facebooknya. Tapi secara singkat, tim ini adalah satu kelompok yang terdiri dari beberapa orang, dengan berbagai latar belakang profesi, yang melakukan penjelajahan ke pelosok nusantara. Dengan perlengkapan multimedia (foto dan video & audio) mereka mengunjungi kurang lebih 100 pulau di gugusan kepulauan nusantara.
“Begini mas. Awalnya ekspedisi ini didesain bukan seperti yang baru saja kita jalankan. Awalnya ada tim lain yang ingin melakukan perjalanan serupa. Tapi justru gagal karena minimnya dukungan dana dan peralatan. Lalu saya pikir, kenapa saya menyerah? Yah, saya jalankan saja dengan semangat dan dukungan yang ada. Setelah itu, saya menghubungi beberapa kawan dan pihak yang siap mendukung. Lalu jadilah ekspedisi ini.”, jawab Farid sambil sesekali mengisap rokoknya, mengawali diskusi panjang kami malam itu. Tentunya dengan rekan-rekan otobloggers yang lain.
“Dasarnya sih sederhana sekali. Saya ingin mengenal tanah air lebih dekat. Selama ini kan, orang hanya tahu tentang Bali, Lombok, dan area wisata lainnya. Saya yakin, banyak tempat di kepulauan nusantara ini yang sama indahnya dengan lokasi wisata yang sudah terkenal. Jadi, ya tidak ada alasan macam-macam. Itu saja.” Ujarnya lagi sambil menyeruput secangkir kopi.
Farid lalu bercerita bagaimana persiapan perjalanan panjang ini sungguh menguras tenaga dan nyaris gagal. “Kita sudah meminta dukungan berbagai pihak. Tapi sepertinya perjalanan ini kurang bersifat komersial. Memang tidak ada arah ke sana. Karena outputnya lebih kepada dokumentasi visual perihal kekayaan budaya dan alam Nusantara. Jadi, wajar saja jika banyak pihak masih ragu. Tapi kami tidak gentar, terus berupaya. Dan untung saja, Tuhan masih memberi kasih kami kesempatan untuk mengeksekusinya.” Ia juga mengatakan, bahwa dirinya hampir saja putus asa, bahkan dalam tahap awal perjalanan. “Kita tadinya mengharapkan ada dukungan dari atpm sepeda motor. Tapi hingga beberapa minggu menjelang perjalanan, belum juga ada jawaban. Ya sudah, kami berdayakan saja yang ada. Kita modifikasi dua buah motor sport lawas, menjadi semacam trail. Disesuaikan dengan kondisi yang akan kami tempuh.” Jelasnya lagi perihal dua motor sport trail, berbasis mesin Honda Win100.
Rintangan sudah pasti siap menghadang. Tim Zamrud Khatulistiwa (ZK) sendiri sempat gundah gulana, apakah sanggup melakukan perjalan sejauh ini. Wajar saja, rute mereka tidak main-main. Silahkan lihat peta dibawah ini. Saya pribadi, melihat jalurnya saja sudah menggelengkan kepala (bukan “ajeb-ajeb”, tapi karena takjub :D).
Lebih lanjut Farid mengatakan bahwa dengan dukungan yang minim tersebut, tim ZK justru terpacu untuk menjalankan ekspedisi ini. “Kami, sebagai satu tim, paham betul dengan dukungan yang tidak seperti kami harapkan, ekspedisi mungkin terancam berhenti di tengah jalan, atau bahkan gagal sama sekali. Tetapi kami saling memberi semangat. Dan perjalanan pun dimulai.”
Selama perjalanan, tim ZK memilih berbaur ke masyarakat. Mereka tidak menggunakan gaya perjalanan layaknya pelancong atau wisatawan, tapi lebih kepada pola petualang. Dimanapun mereka berada atau menuju suatu tempat, sebisa mungkin berbaur kepada masyarakat, tanpa perlu menunjukkan kalo ZK adalah sebuah tim ekspedisi. “Kita memang ingin berbaur kepada masyarakat. Tidak perlu menunjukkan bahwa kita adalah jurnalis, atau pembuat film dan sebagainya. Kita selalu bilang, mau melakukan perjalanan, menikmati nusantara yang indah dan itu membuat masyarakat di daerah terpencil sekalipun, akrab dengan kami. Kami ikut antri menaiki kapal barang yang difungsikan sebagai kapal penumpang. Ketika masyarakat tidur di emperan kapal tersebut, begitu juga dengan kami. Tidak ada jarak, pokoknya berbaurlah.” Ujar Farid menegaskan. Dan hal ini ternyata memang sangat berguna bagi tim ZK. Seringkali mereka justru diminta untuk sekedar mampir atau bertamu ke satu daerah, karena sifat cair itu tadi. “Kami pernah ikut memasak makanan bersama penduduk desa. Bahkan pernah juga disambut dengan adat tradisional. Padahal tidak ada permintaan seperti itu. Tetapi masyarakat sekitar tetap mengadakannya. Sungguh, kami terharu.” Kata pria yang juga gemar bersepeda motor ini.
Diskusi pun mulai berlanjut dengan berbagai macam pertanyaan. Misalnya, kendala apa saja yang dialami oleh tim, berkaitan dengan sepeda motor tua yang digunakan. Farid justru menjawab di luar ekspektasi. “Motor itu (win100) memang bandel. Kita tidak pernah mengalami mogok tiba-tiba, atau kerusakan mesin yang parah. Paling banter, kita Cuma ganti gear set. Dan itu pun Cuma tiga kali saja. Selebihnya, tidak ada masalah yang berarti, yang menyita energi. Saya juga kaget, ternyata performa motor tersebut jauh dari melebih harapan kami.” Tegas Farid.
Alasan pemilihan motor lawas tersebut, bukan saja karena minimnya dana, tetapi lebih kepada konsep awal perjalanan yang berorientasi kepada eksplorasi. Jadi bukan berorientasi kepada kecepatan, melainkan durabilitas. “Kita pilih win100, karena sparepartnya pasti bisa dibeli di bengkel-bengkel pinggir jalan. dan ternyata analisa kita tepat. Beberapa kali mencari sparepart, selalu mudah menemukannya.
Ketika ditanya, apakah ada pengalaman yang paling berkesan, Farid berpikir sejenak sebelum menjawab, “Kita pernah kena tilang!” Kontan saja hal ini membuat tawa renyah mengalir dari para peserta Kombi#2.
“Ah yang benar mas. Masak ekspedisi seperti ini kena tilang? Ini toh dalam rangka promosi pariwisata Indonesia,” ujar salah seorang blogger.
“Serius. Waktu itu kalau tidak salah ingat, kita di sekitar Aceh. Polisi tersebut ngotot menilang karena motor yang kita tumpangi (katanya) melanggar aturan. Padahal sudah kita bilang, kita ini tim khusus ekspedisi lintas nusantara. Tetapi tidak mempan juga. Awalnya kita diminta untuk sidang di tempat. Ya sudah, demi kepentingan perjalanan, kita terpaksa “damai” deh. Habis mau bagaimana lagi? Tidak mungkin kita menunggu waktu sidang. Bisa molor semua jadwal.” Ujar Farid mengenang peristiwa tersebut sambil tersenyum. Ia menambahkan, “sepanjang perjalanan, justru ini kesulitan administrasi yang paling bikin mumet. Masyarakat malah selalu memudahkan perjalanan kita.”
Ketika ditanya lagi, hal apa yang paling mengagumkan yang ditemuinya, Farid sulit berkata-kata. “Saya speachless. Negara kita ini sangat indah. Misalnya anda mau foto, gak perlu kamera canggih. Lha wong tempatnya sudah indah, yah tinggal jepret saja. Serius, saya sendiri baru memahami betapa indahnya negeri ini, setelah menyaksikan sendiri tempat-tempat tersebut. Makanya, kalau ditanya apa yang paling mengagumkan, yah terlalu banyak untuk disebutkan. Negeri kita ini sungguh indah dan mengagumkan.” Ujar Farid bersemangat. Walaupun demikian, ia tidak menampik, masih banyak daerah yang perlu dibenahi.
“Saya masih lihat situasi yang kontras. Misalnya saja, di sebuah daerah penghasil gas bumi, kok masih ada gedung sekolah yang reyot dan tidak terawat. Juga dengan transportasi yang kurang manusiawi. Jadi miris melihatnya. Tetapi itulah kenyataan yang kita bisa lihat, dengan melakukan perjalanan seperti ini. Kalau kita berlagak seperti turis, tidak bakal bisa menemui hal seperti ini. Percayalah!” tegas pria yang juga penikmat touring ini.
Di sela-sela diskusi tersebut, peserta Kombi#2 juga disuguhkan dengan pemutaran film dokumenter yang merangkum semua perjalanan tim ZK selama itu. Nah, ketika saya singgung mengapa tidak membuat film dokumenter, Farid menjawab cukup diplomatis. “Awalnya kita memang fokus ke dokumentasi foto dan teks, yang dituangkan dalam buku. Tapi saat ini, kami tengah dalam proses untuk penayangan dokumenter ini ke salah satu media. Semoga, masyarakat bisa menikmatinya dalam waktu dekat. Untuk sementara, kami memutarkan film ini di tempat dan acara khusus. Seperti diskusi di kampus, atau komunitas.”
Sebelum diskusi ditutup, seorang blogger bertanya, apa persiapan fisik yang kerap dilakukan sebelum melakukan perjalanan, Farid menjawab, “Yah menyalakan motor trail itu. Karena tidak ada starter elektrik, kita harus “tendang” alias manual. Lumayanlah buat pemanasan.” Ujarnya yang disambuat tawa meriah pada peserta Kombi#2.
Ekspedisi Zamrud Khatulistiwa mungkin tidak seheboh touring antar kota, antar propinsi yang kerap digelar oleh komunitas/klub motor. Juga tidak semewah perjalanan yang dilakukan oleh klub moge. Mereka mungkin juga belum menggandeng mitra media besar atau sponsor dari ATPM. Tapi jelas sudah, mereka membuktikan bahwa untuk melakukan ekspedisi sebesar ini, nyali jelas dibutuhkan. Dan niat tulus untuk mengenal lebih dekat Indonesia, sepertinya berhasil. Tentunya dengan cara khas seorang petualang. Semoga, ada lagi perjalanan seperti ini, yang mampu menceritakan indah dan eksotiknya negeri ini, tanpa harus bermanja ria dengan berbagai dukungan finansial dan sponsor yang sarat kepentingan.(hnr)
pertamaz naiikkk
bukan siapa-siapa
sing penting kaga nyasar…. *nglirik yg muterin UI 2 kali 😀
huahahahha.. telpon saya berkali2 juga mas, sampe diomelin boss….hahahaha
Ping-balik: Kombi #2 : OBI dan Zamrud Khatulistiwa, Tak Sekedar Nyari Tenar dan Hits « Triyanto Banyumasan Blogs
mangstab!!!! keliling indonesia 😀
tuh ada gambar lereng sindoro nan elok , hayoooo kang bodats kapan touring climbing kesono? aku dah pernah mendaki kesitu 😎
@aziz, Sindoro & sumbing sudah pernah disambangi, 1997 bro 😛
kalau si ndoro sumbang!
waghhh pemain lama tibake 😳 hasssyahh mbah bon ngapain ?? cebok dulu sono xixixi
pertamak
Kepada YTH
Pak gaban,
Di tempat
Dear,
Mohon informasi rute ASDP penyeberangan antar pulau, karena kami juga akan melakukan ekspedisi Nusantara melalui perjalanan darat dengan menggunakan mobil …mohon diberi petunjuk, terima kasih, mohon dikirim ke alamat e-mail saya : saito_ang@yahoo.com