Senin (19/12) dinihari penulis baru saja menghadiri acara syukuran dari bro Jomblo Ati di daerah Parung Serab, Depok. Nah saat melaju santai (60-70 km/jam) dengan Beruang Madu Kutub Barat, teringat diskusi yang sempat menghangat di mailing list RSA (Road Safety Association) perihal adanya “Polisi Tidur” di jalan raya utama Kota Depok ini.
Namun tahukan pembaca yang budiman, bahwa istilah “polisi tidur” itu sebuah adaptasi dari terminologi yang digunakan di luar negeri. Istilah “polisi tidur” (poldur) merupakan pengartian langsung dari “Sleeping Policeman” . Deskripsi ini penulis dapatkan dari Wikipedia. Dan merujuk ke situs pembelajaran tersebut, Poldur ternyata bertujuan agar para pengendara memelankan laju kendaraannya sehingga arus lalu lintas tidak berada dalam kecepatan yang terlalu tinggi.
Nah, biasanya kita menemukan Poldur ini di daerah komplek perumahan atau jalan-jalan yang menghubungkan komplek perumahan dengan jalan utama. Yah dimana kecepatan rata-rata masih 30-40 km/jam. Lalu bagaimana dengan Poldur yang ada di Jl. Margonda Depok, Jabar Tersebut? Banyak pengguna jalan yang umumnya tergabung di milis klub/komunitas motor memertanyakan tujuan penempatan Poldur tersebut. Ada yang keberatan dengan dasar argumen bahwa di jalan tersebut rata-rata kendaraan berada pada kecepatan yang cukup tinggi (60-80) km/jam. Apalagi di malam hari. Sementara, beberapa biker menyatakan sah-sah saja ada penempatan poldur, jika sudah memerhitungkan arus kendaraan dan juga memberikan rambu-rambu peringatan.
Kembali ke awal, saat itu, sang Beruang Madu memberikan sinyal untuk memelankan laju kendaraan. Dan benar saja, tampak Poldur yang tengah ramai dibicarakan tersebut. Kami pun berhenti, dan mengambil gambar. Dan saat diamati, baik motor maupun mobil, rata-rata terlambat menyadari adanya Poldur tersebut. Bagi mobil yang beroda empat, mungkin bisa agak stabil. Tapi bagi motor? Resiko kecelakaan bisa meningkat dalam sesaat karena harus memelankan laju kendaraan dalam waktu begitu singkat.
Seingat penulis, memang belum ada rambu yang memberitahukan adanya Poldur ini. Harusnya, rambu ini ditempatkan beberapa puluh meter (atau mungkin lebih) untuk memberikan peringatan kepada para pengendara. Mungkin jika Pemda Depok (atau siapapun yang berinisiatif membangun Poldur ini) mau sedikit melakukan riset, bagaimana seharusnya fitur ini diterapkan, fungsinya bisa maksimal. Misalnya, melakukan sosialisasi via media massa, atau media informasi lainnya. Ini bisa jadi solusi alternatif mendidik para pengendara untuk tertib, dan memerhatikan hak penyeberang jalan. Tapi jika diterapkannya asal jadi, yah justru akan jadi bumerang. Baik bagi pengguna jalan, atau regulator itu sendiri. Bagaimana menurut para pembaca sekalian?(hnr)
sepertinya berhasil untuk membuat yang suka “ngebut” memberi jalan buat yang lewat (penyebrang), soalnya nyebrang di situ (ui kober) susah banget…
tapi seharusnya Pemda membuat Jembatan penyeberangan jalan…
saya seh satuju aja ada “perintang jalan” itu,,,,,soalnya sebelum dipasang itu “tanggul” udah ada rambu 15kpj di lingkaran merah, tapi yg lewat tetep aja diatas 80kpj (kendaraan bermotor)..
daerah margonda emang kalo malem apalagi udah sepi emang suka jadi ajang kenceng-kencengan sih, jadi ya antara benar dan tidak benar juga sih ada atau tidak ada si poldur ini.
selama dikasih warning beberapa meter sebelum kayaknya cukup aman, tapi pas kondisi peak traffic apa gak bikin repot?
kalo lokasi biasa buat balap liar sich boleh2 aja , asal poldurnya jelas n ada rambu peringatannya
max kecpatan klo tdk salah 15kpj, ada rambunya dideket lampu hazard dan itu pun sebelum ada poldur (lampu hazard+garis kejut). Tapi berhubung kelakuan pengendara sebagian besar tidak ada yang merespon positif………..semuanya itu g ngefek…..!!!!!!!so bukan maksud mereka (pemerintah) untuk berlebihan tapi oknum pengendara lah yang ndak tau aturan…..
Kembali ke awal, saat itu, sang Beruang Madu memberikan sinyal untuk memelankan laju kendaraan.
=================================
beruang madu itu kecil bro, kurang gede…
Kata Jusuf Kalla, orang Indonesia kalo ditunggu sadarnya ya susah, jadi harus dipaksa.
Ada benernya juga sih omongan dia
gabung milis RSA gimana caranya? mhn pencerahannya..
lebih bagus di margonda pake speed trap ketimbang speed bumps ..
saya setuju. Speed trapnya diletakkan di setiap tempat yang ramai org nyebrang dan jgn terlalu tinggi.
Huh!
gara² itu polisi tidur margonda, kalo siang macet sampe 100 meter parah.
Depan kost.an ane nih.. Licin lho.. *mrf
Hahahaha… Mentok bro…
Ping-balik: Polisi Tidur « Kepingan Kakap Paling Pojok
kalo ada poldurnya memang seharusnya ada rambu2 akan keberadaan poldur, jangan sampe poldur yg fungsinya utk keamanan malah bikin celaka..
nitip om..
http://boerhunt.wordpress.com/2011/12/26/kenapa-sebuah-produk-spare-partnya-inden/
Polisi Tidur di Margonda Bikin Celaka,jangan nunggu sampe ada korban. Liat saja nanti. Do more less talk
Mengacu keputusan Menteri Perhubungan nomor 3 tahun 1994 tentang Alat Pengendali dan Pengaman Pemakai Jalan, di jalan arteri nasional hanya diperbolehkan dipasang pita penggaduh untuk mengingatkan para pengemudi jalan
agar lebih berhati-hati ketika melewati kawasan tertentu. Namun pita penggaduh tidak berfungsi sebagai pembatas kecepatan, sedangkan pembatas kecepatan (polisi tidur) hanya bisa dipasang di jalan lingkungan permukiman dan jalan lokal.
jalan utama ya mestinya gak pake poldur, bahaya
pertama kali tahu waktu itu pas malem hari kondisi sepi, sempet kaget juga sih, soalnya telat pengereman, bener juga sih harusnya dikasih rambu2 beberapa puluh meter sebelumnya kalau ada gejlugan. 😛 . kalau siang sih gak masalah, kita bisa liat dari pengendara didepan yg udah ambil ancang2 buat pengereman.
jalan utama mungkin cuma diberi poldur yg rendah/tipis plus lampu rotator kuning diarea ‘tertentu’..