Menguji Jaringan, Terhubung Selama Perjalanan

Jakarta di pagi hari

Jumat, pukul 05.30, dengan mata masih mengantuk, saya sudah berada di pinggir jalan raya kalimalang, menghadapi dinginnya angin pagi, menunggu Taksi. “Ke stasiun Gambir pak.” Ujar saya kepada pak Supir. Dalam hitungan menit taksi yang saya tumpangi sudah berada di jalan tol, menuju Stasiun Gambir. Selama perjalanan, sembari mendengarkan tembang lawas musik Rock, mata saya tak henti memandangi smartphone di tangan. Twitter sudah mulai ramai dengan hashtag Xlnetrally, sebuah event tahunan yang diselenggarakan oleh XL, selaku penyedia jasa telekomunikasi di Indonesia. Dalam acara ini, media dan blogger diundang untuk menunjukkan kesiapan jaringan milik mereka, demi menyambut liburan bulan Ramadhan.

Dari Twitter, saya bisa melihat saat itu juga bagaimana “perjuangan” blogger yang tengah menuju tempat pemberangkatan. Maklum, dengan jadwal berangkat jam 7 pagi dari stasiun, hampir semuanya sudah melek sejak pukul 4 pagi. Ada yang sudah di dalam taksi, seperti saya. Lalu ada juga yang sedang sabar menumpang ojek, kemudian mencari taksi. Tak lupa, ada blogger yang menumpang motor rekan kosannya. Tipikal perjuangan mahasiswa. Jika bisa gratis, kenapa tidak? Walaupun harus singgah sejenak membangunkan tukang tambal ban di bilangan Salemba, Jakarta Pusat. 😀

Dawuan, Jarwo Sibuk Ngeblog

Dawuan, Jarwo Sibuk Ngeblog

Tiba di Gambir, Direktur Utama XL Axiata, Hasnul Suhaimi sedang memberikan kata sambutan. Dari kata sambutan yang hangat dan ramah tersebut ada kata-kata yang saya ingat dari beliau, “… tetap terhubung selama liburan…”. Kalimat itu begitu mengena, hingga saat saya memasuki kereta Argo Muria.

Entah kenapa, saya tiba-tiba saja teringat masa lalu. Ini bukan soal romantika, ok saya mengaku, ada sedikit nilai romantika di situ. Tetapi ada satu hal yang menjadi refleksi tersendiri jika melihat sudah sejauh mana perkembangan teknologi komunikasi dan informasi, serta bagaimana hal itu memengaruhi hubungan setiap individu di bumi ini. Ok ralat, terlalu jauh, yah katakanlah di Indonesia.

Menunggu giliran lewat selepas Cirebon

Seiring dengan mulai bergeraknya rangkaian Argo Muria menuju Semarang, saya mulai mengingat masa lalu, ketika satu-satunya cara terhubung dengan saudara, rekan dan teman di tempat jauh adalah melalui surat. Menulis surat merupakan kesenangan tersendiri. Begitu personal, begitu intim. Mungkin, karena goresan pena yang kita pegang, benar-benar mengikuti alur emosi yang tertulis. Masih ingat betul, ketika saya hendak mengirim surat untuk sepupu di Salemba, Jakarta Pusat. Padahal hanya ingin bermain ke sana untuk liburan, tetapi harus tanya dia dahulu. Jadilah saya menulis surat. Sambil berusaha keras mengingat pelajaran bahasa Indonesia yang diberikan oleh bu guru di sekolah, kalimat demi kalimat dirangkai untuk satu tujuan: “bolehkah gue nginep di tempat lu?” Esoknya, seusai sekolah, saya bergegas ke kantor pos yang terletak di samping kebun pohon mangga. Memberanikan diri membeli perangko, dan menuliskan alamat di amplop. “Alamatnya sudah benar nih? Kode posnya tahu gak?” tanya petugas pos ramah. Saya menggeleng, dan angka kode pos pun ditambahkan oleh si bapak petugas di amplop saya. 4 hari kemudian, saya terima balasannya. Sip, saya bakal berangkat ke salemba untuk menginap di sana. Bagi saya, itulah cara orang terhubung di era 80an.

Lalu bagaimana dengan saat ini? Apakah masih ada yang mengandalkan surat? Atau jangan-jangan kantor pos sudah sepi peminat? Yang pasti, surat sudah tergantikan oleh berbagai macam medium komunikasi. Salah satunya adalah perangkat telepon bergerak atau mobile phone. Mobilitas manusia kini diiringi oleh perangkat telekomunikasi yang memungkinkan setiap orang menghubungi siapapun, dimanapun dan kapanpun.

Tegal, home of Warteg

Orang tidak lagi terhubung dengan cara yang “sederhana” seperti sms atau telepon. Internet, sebuah model jaringan yang awalnya didesain untuk sistem informasi tahan perang nuklir, kini sudah komersial. Edannya, Internet sudah bisa diakses melalui perangkat telepon yang makin hari, makin pintar. Saking pintarnya itu telepon, kini batas antara kamera, gadget & telepon seluler sudah tipis. Dahsyatnya lagi, aplikasi Internet banyak yang memudahkan orang untuk saling terhubung. Jejaring sosial seperti Facebook, Twitter & Instagram adalah contohnya. Dengan jejaring sosial, istilah terhubung menjadi lebih dalam. Orang bisa menemukan kembali kawan lamanya dari TK, SD bahkan kawan ketika masih kecil. Kita bisa juga mengirim foto selama melakukan perjalanan, berbagi kesenangan, hingga merekomendasikan jalur yang tidak terkena macet akibat demo massa. Semuanya terhubung dengan cara yang semakin hari, semakin praktis dan ekonomis. Dan hebatnya, secara real time. Semuanya tentu saja mengandalkan keandalan jaringan telekomunikasi yang dimiliki oleh si operator jaringan telepon seluler.

Diskusi dengan kru XL perihal jaringan dan produknya. Santai namun padat informasi.

Realitas ini terlihat dari aktivitas blogger selama Xlnetrally. Tak hentinya mereka saling twit selama perjalanan. Walau duduk berdampingan, kadang masing-masing sibuk dengan gadget-nya. Saat itu juga, rekan-rekan yang tidak mengikuti, bisa tahu kami sudah tiba dimana, sedang makan apa hingga siapa yang tengah tertidur pulas. Sambil, tak lupa tentunya mengirim foto-foto selama perjalanan. Dikirim saat itu juga, diterima saat itu juga.

Jelang Stasiun Tawang

Tiba di Semarang

Tiba di Semarang

Bengkel Becak, atau bengkel motor?

Lalu bagaimana saya menguji jaringan XL? Ya khas cara blogger, khas orang yang gak mengerti teknis jaringan telekomunikasi. Saya mengatakan kepada diri sendiri, “anggap aja elu orang yang lagi mudik. Mau bagi-bagi cerita sepanjang perjalanan, kirim-kirim foto atau apalah. Biar temen lu tahu, lu ngapain aja.” Yup, dasar pemikiran itu masuk akal. Bayangkan betapa dahsyatnya jika bisa berbagi cerita selama mudik dengan mengandalkan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Perjalanan bakal lebih menyenangkan.

Akhirnya mulai meluncurlah foto-foto via twitter selama perjalanan XL netrally. Dari Stasiun Gambir, hingga Semarang dan Jogja. Dari jemuran pakaian di pinggir rel, pabrik di Tegal, pematang sawah di Karawang, hingga rumah makan Gudeg di Jogja. Tak luput juga Kendi besar di Hotel dan bengkel sepeda becak (atau motor?) di Semarang. Sengaja saya tidak pakai kamera saku, DSLR yang serba canggih, atau gadget yang harganya lebih mahal dari laptop. Cukuplah sebuah ponsel pintar sekedarnya. Alasannya, yah itu tadi, saya berasumsi sebagai konsumen umum, yang kadang ingin meng-update status, mengirim gambar dan berbagi informasi kepada rekan kerja, teman dan keluarga. Saya memilih foto karena menginginkan apa yang saya lihat dan rasakan, menjadi tetap personal. Serta tidak kehilangan esensi dari komunikasi itu sendiri, berbagi informasi.

Gudeg Permata di Jogja. Klimaks!

Kini, saya tidak perlu menunggu 4 hari untuk menerima balasan dari sms atau pesan yang saya kirim. Tidak perlu menunggu lama juga melihat komentar dari foto, atau retweet dari akun saya. Semuanya terjadi saat itu juga. Terhubung, berkomunikasi dan berbagi. Untuk seseorang yang tidak begitu mengerti teknis dan kompleksnya jaringan telekomunikasi, inilah cara saya menyelami ungkapan “tetap terhubung selama liburan.” Selamat menikmati foto saya, selamat menikmati perjalanan dan selamat terhubung ke dunia maya.

Ps: Semua foto diambil menggunakan handphone, dikirim ke twitter via @bodatsbastard saat perjalanan XLnetrally.

Slideshow ini membutuhkan JavaScript.

Iklan

4 comments on “Menguji Jaringan, Terhubung Selama Perjalanan

  1. wah keren fotonya, pake bb yah? xl lumayan sih di pantura, tapi kayaknya masih ada blind spot deh… salut untuk xl… btw tulisannya keren om!!!

Tinggalkan Balasan & Jangan Tampilkan Link Lebih Dari 1.

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s