Well, tidak jelas darimana istilah odong-odong ini. Yang pasti nama itulah yang diberikan kepada sejenis kendaraan yang bentuknya seperti kereta mini wisata dimana sebuah kendaraan induk menarik rangkaian rangka terbuka yang berisi penumpang. Biasanya penumpang ini anak-anak, atau bocah. Entah sejak kapan odong-odong boleh masuk ke jalan raya. Yang dimaksud jalan raya di sini adalah jalan besar yang menjadi jalur utama lalulintas di sebuah wilayah.
Biasanya, kendaraan odong-odong berada di area perumahan. Penulis sering melihat odong-odong dengan sepeda motor sebagai mesin penarik kendaraan tersebut. Tapi entah kenapa sepertinya trendnya mulai berubah. Beberapa kali penulis melihat sendiri odong-odong dalam bentuk mobil (jika ingin dikatakan demikian) berada di jalan raya. Duh, kok bisa sih?
Kejadian di Cikarang, kemarin (7/5) siang membuktikan bahwa odong-odong bukanlah kendaraan yang layak berada di jalan raya. Odong-odong penuh dengan penumpang, mayoritas tentu saja anak-anak kecil, terbalik setelah ditabrak oleh truk molen yang sebelumnya menabrak sepeda motor. Bocah-bocah tak berdosa itu pun terpental ke jalanan. Awalnya diperkirakan hanya luka parah, tetapi berita terakhir menyatakan empat orang meregang nyawa. Tiga diantaranya balita.
Dalam konteks kecelakaan, tidak ada penyebab tunggal. Harus diingat, sebuah kecelakaan terjadi akibat serangkaian kejadian yang memungkinkan terjadinya kecelakaan tersebut. Serangkaian kejadian itu saling melengkapi. Artinya, tidak ada penyebab tunggal. Ada faktor pemicu, dan faktor pelengkap. Dalam hal penggunaan, truk tronton berada di tempat yang tepat, di jalan raya. Namun apakah akibat proses tertabraknya odong-odong karena ketidakdisiplinan sang pengemudi, sehingga terjadinya kecelakaan, harus diselidiki lebih jauh. sementara, dari sisi penggunaan, odong-odong jelas tidak layak berada di jalan raya. Kenapa? Sederhana, desainnya bukanlah desain untuk keselamatan, lebih kepada wisata. Itulah sebabnya banyak korban terpelanting karena tidak ada sabuk pengaman, tidak ada kaca pelindung dan kurang mampu bermanuver. Lalu timbul pertanyaan juga, apakah truk mengambil jalur kanan karena manuver mendadak dari si pengendara motor? Jika ya, berarti si pemotor yang memicu kecelakaan tersebut. Namun semuanya perlu diselidiki lebih lanjut. Intinya, semua pihak yang terlibat kecelakaan, bisa menjadi menjadi pemicu atau pelengkap terjadinya kecelakaan tersebut.
Kita juga harus jujur, kecelakaan di jalan raya seringkali terjadi karena budaya permissif kita yang sangat kuat. Karena berbagai macam alasan, kita kerap mengamini pelanggaran lalulintas. Jika terjadi kecelakaan, bukannya mengevaluasi, kebanyakan dari kita justru mengatakan “ini musibah”. Padahal musibah itu bisa dihindari sebaik mungkin dengan ikhtiar, dan tentu saja salah satunya mematuhi peraturan lalu lintas.
Mudah-mudahan polisi, aparat terkait serta masyarakat pengguna maupun pengusaha odong-odong makin sadar bahwa kendaraan “just for fun” tersebut mempunyai tempat khusus, dan pastinya bukan di jalan raya. Demi alasan apapun, mulailah berhenti memaklumi aktivitas yang bakal merengut nyawa di jalan raya. Sungguh miris rasanya, melihat para bocah yang baru mandi, dengan bedak yang masih melekat di mukanya, sabun yang masih segar harumnya dan muka ceria, harus meregang nyawa di kendaraan yang paling mereka senangi. Mulailah peduli.(hnr)
ps: Turut berdukacita bagi para bocah korban kecelakaan odong-odong
Semuanya salah
jadinya gimana? odong-odong dilarang apa gimana ni?
di depok banyak tuh odong-odong
untungnya anak gua ga mau naik gituan, kalo odong-odong yang digenjot baru mau
bagusnya sih blo, odong-odong di perumahan aja, gak usah ke jalan raya. di jalan-jalan kecil saja.
turut berduka cita… 😦