Apache RTR 200, “Boljug lah”

 

RTR Apache 200_1“Beradaptasi atau mati!” demikian jawaban Billy Beane (Brad Pitt) dalam film berjudul Money Ball (2011), saat ditanya mengapa dia lebih memercayai komputer ketimbang insting manusia. Dalam film tersebut diceritakan Billy melakukan hal yang tabu; mengacuhkan tradisi scouting yang sudah berlangsung ratusan tahun di dunia olahraga Baseball. Billy justru melakukan perombakan pemain, perubahan taktik dan perencanaan game play berdasarkan statistik yang dihasilkan dari metode Sabermetric, sebuah perhitungan statistik yang dilakukan oleh Peter Brand, seorang lulusan universitas Yale. Musim 2002 awalnya berjalan buruk bagi Oakland Athletics, namun mereka membuat kejutan dengan memenangi 20 game secara terus-menerus. Walaupun tidak menjadi juara liga, sistem yang diterapkan oleh Billy dan Peter diadaptasi oleh Boston Red Sox yang kemudian memenangi World Series di tahun 2004.

Beradaptasi, mungkin kata yang paling tepat disematkan ketika TVS Motor Company Indonesia meluncurkan produk terbarunya, di Sentul, 20 Januari lalu. Varian terbaru mereka, Apache RTR 200 4V bisa dibilang membawa perubahan baru di segmen motorsport milik perusahaan yang menduduki peringkat ketiga terbesar di India tersebut. Jika sebelumnya, desain dan spesifikasi motor TVS terkadang mengernyitkan dahi saya sebagai blogger, kali ini harus diakui mulai ada perubahan yang menyegarkan.

Apache RTR 200 4V, klaim TVS, menggunakan rangka khusus. Sementara untuk suspensi belakang, mereka menggunakan jenis monoshock merk KYB, yang mereka klaim, juga dikembangkan khusus untuk Apache RTR 200 4V. Lalu ada juga ban tapak lebar, cover tangki bensin terbuat dari plastik/abs. Tak lupa panel indikator yang full digital dengan desain futuristik. Semua elemen tersebut sebenarnya sudah terlebih dahulu diadaptasi oleh Bajaj, Yamaha di varian 250cc-nya dan juga AHM. Dan yang terpenting, seperti kebanyakan motor sport kelas menengah yang muncul 3-4 tahun terakhir, TVS menyematkan sistem injeksi di Apache RTR 200 4V. Dengan demikian, TVS sudah mulai beradaptasi dengan selera konsumen Indonesia yang mulai beranjak smart dan picky.

RTR Apache 200_2Bicara soal desain, faktor subyektif berperan karena semuanya kembali ke soal selera. Seperti halnya makanan, ada yang suka mie ayam pangsit dengan bakso, namun ada juga yang lebih suka tanpa bakso. Ada yang suka kuahnya banyak, tetapi ada yang suka “kering” alias tanpa kuah. Ada yang hobi makan nasi uduk dengan semur jengkol, tapi ada juga yang suka makan nasi uduk hanya dengan bakwan, kerupuk, mihun dan sambal kacang. Persepsi pribadi jelas akan berbeda.

RTR Apache 200_3“Gue gak terlalu suka desainnya, lebih keren generasi yang terakhir”, ujar beruang blogger ketika kami asyik menikmati guyuran gerimis dan beceknya pit lane Sentul. “Ah gue sih seneng kok desainnya, enak dilihat, walaupun sepertinya ada beberapa catatan tersendiri yang bakal gue bahas di blog,” tambah Azdi, blogger yang juga dosen tersebut. Jika dua blogger yang sering makan rawon bareng saja bisa berbeda pendapat, bagaimana dengan rider yang sering mengendarai TVS?

Adi Aghoy, yang sudah mencicipi mesin motor TVS dalam perjalanan ke Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi mempunyai pendapat tersendiri. “Overall, gue suka banget. Suspensi belakangnya sudah menerapkan Monoshock, ban sudah tapak lebar dan desain body yang baru. Soal ketangguhan mesin, gue percaya ini 11-12 sama generasi sebelumnya,” tambah pria murah senyum ini, di acara test ride di Sentul. Namun Agoy menambahkan, “Tunggu saja tanggal mainnya, kita bakal riding lagi sama ini motor. Nanti gue update lagi”.

RTR Apache 200_4

Posisi Dudukan Plat Nopol

Beberapa catatan penting pun disepakati saat Azdi, saya, Dadang serta blogger beruangRTR Apache 200_5 mengunyah makan siang. Seperti penempatan plat nomor di bagian depan, di atas panel indikator, yang berpotensi menambahkan cidera tambahan jika terjadi front impact. Lalu bagian “kondom” tangki bensin yang cenderung terlalu lebar, membuat blogger beruang tak nyaman. Desain knalpot yang “berbeda” tetapi tidak mengundang decak kagum, serta tak lupa tangki bensin yang asimetris. “Ah itu gak jadi masalah, mungkin kita gak terbiasa saja”, imbuh Azdi perihal posisi tutup tangki bensin. Beruang blogger tetap bersikeras dia gak suka dengan beberapa bagian, namun saya dan Azdi tetap tidak sepakat dengan pengemudi Triton tersebut.

Secara keseluruhan, saya menikmati perubahan yang dihadirkan oleh TVS melalui Apache RTR 200 4V. Penampilannya dengan pilihan 4 warna doff, tidak kalah dengan pesaingnya di segmen motor sport kelas menengah. Harga cukup masuk akal (24 juta), dan teknologi yang ditawarkan tidak lagi ketinggalan zaman. Untuk mesin dan handling? Mudah-mudahan saya bisa mencobanya dalam sebuah perjalanan nanti. Untuk sementara ini, saya rasa TVS berada di jalur yang tepat. (hnr)

5 comments on “Apache RTR 200, “Boljug lah”

Tinggalkan Balasan & Jangan Tampilkan Link Lebih Dari 1.