Bicara Motor Harian, Bicara Mindset

Sepertinya ranah blogger lagi ramai membicarakan, apakah sebuah motor 250cc cocok untuk harian atau tidak. Nah karena penulis punya salah satunya (Ninja250), izinkan penulis memberikan pendapat yang tentu saja subyektif. Tapi mudah-mudahan bisa menjadi wacana yang positif. Tanpa perlu membela merk tertentu.

Mengendarai motor itu motivasinya bisa beragam. Ada yang karena kebutuhan, ada yang sekedar ikut-ikutan atau juga seorang motorcycle enthusiast. Jenisnya bisa dibagi-bagi lagi. Ada yang mampunya beli bebek, tapi ada juga yang bisa beli moge. Ada yang sudah punya motor bebek, dibayar cash, dirawat baik-baik. Ada juga yang beli motor sport, tapi bayarnya kredit, butek pula motornya. 😀

Nah, jika ditanya apakah motor X cocok untuk harian? Atau lebih cocok motor Y untuk harian? Jawabannya tidak ada yang “benar”. Kenapa? Karena sifatnya subyektif, alias berdasarkan pengalaman si empunya. Semua blogger boleh mengemukakan teori ini-itu bla..bla..bla… Tapi harus diingat, yang namanya pendapat harus diungkapkan dengan pikiran terbuka, dan tentunya sebuah dasar yang kuat.

Contoh, bro Saranto dan Bence mengemukakan, bahwa menggunakan Ninja250 tak masalah untuk harian. Padahal penulis paham sekali jalur kerja mereka. Saranto kerap melewati Gatot Subroto dan Casablanca. Itu jalur “rusak”. Maksudnya, kalo tidak kuat menghadapi kemacetan dan begajulannya rider Jakarta, mental bisa rusak. Bahkan bisa stroke ringan. 😀 Sementara Bence kerap melewati Casablanca juga, atau Pramuka, yang notabene kawasan zona merah saat keberangkatan dan pulang kerja. Jangan ditanya macetnya, percayalah, tidak ada enaknya berkendara di zona tersebut.

Tetapi mengapa mereka berdua memilih tetap menggunakan Ninja250 untuk keseharian? Jawabannya cukup sederhana. Mindset mereka berdua berbeda dengan kebanyakan orang yang menganggap Ninja250 tidak layak untuk penggunaan harian. Karena sudah menikmati mengendarai motor dua silinder, kemacetan pun tidak dijadikan alasan. Saranto misalnya, beliau menulis, “Gw pakai Ninja 250R untuk pulang pergi rumah – ngantor setiap hari, dari rumah di Kebon Jeruk Meruya ke kantor di Kawasan Mega Kuningan depannya Ambasador, pulang – pergi sekitar 30 km. Jalan semuanya di aspal dan semuanya bisa dibilang jalan besar, cuman kondisinya kebanyakan gigi satu – duanya daripada gigi atasnya, he he he. Kalau berangkat ngantor nggak macet tapi begitu pulang, mantebbbb!!! mulai jalan Denpasar, Gatot Subroto, Semanggi, depan MPR, kehutanan terus sampai jalan panjang itu macetttt semuaaaaaah!!!” Nah dari tulisan sudah jelas, yah tetap kena macet. Tapi beliau masih enjoy bergejoy wara-wiri berninja ria.

Ninin milik bro Saranto "pasrah" di parkiran umum.

Benny lain lagi. Pria penikmat mie goreng ini lebih idealis. Doi menikmati naik ninja karena sensasi dua silinder yang disandang motor besutan Kawasaki tersebut Beberapa kali berkendara dengan Benny, penulis menemukan Benny cukup lihai mengamati penatnya lalu lintas Jakarta. Walaupun jujur, yang bersangkutan kerap menggelengkan kepala melihat tingkah polah pengedara di Jakarta.

Benny saat patroli keliling kota. 😀

Lalu bagaimana dengan panas mesin? Keduanya mengatakan tidak masalah. Nah ini berseberangan dengan banyak pihak yang mengatakan mesin ninja250 akan menjadi terlalu panas jika terkena macet di waktu yang lama. Ini sifatnya teknis, harus dibuktikan dulu dengan praktek, jangan Cuma umbar teori. Faktanya, baik Benny dan Saranto yang menggunakan kendaraan ini untuk sehari-hari, tidak pernah mengalami mesin mati di tengah kemacetan. Soal panas, yah kalau sudah enjoy, mau apalagi? 😀

Mungkin saja, ada yang mengatakan lebih enak bebek atau matic. Keduanya lebih murah perawatan dan biaya bbm. Nah, ini kembali lagi ke pola pikir. Ninja itu sudah termasuk motor premium bagi rakyat Indonesia. Saat ini, doi adalah motor sport dibawah moge (<400cc) yang cukup mahal. 46-47 juta bagi kalangan menengah, bukanlah harga yang murah. Nah, konsekuensinya, jika sudah sanggup membeli motor seharga tersebut, maka harus siap pula dengan embel-embelnya. Mulai dari oli full sintetis yang harus dua liter, bahan bakar beroktan tinggi (Pertamax/Shell Super) serta harga sparepart yang lumayan tinggi. Belum lagi harga body yang setara dengan uang muka motor bebek/matic. Mahal atau murah, itu relatif. Kalao sanggup beli Ninja250 cash/kredit, yah harusnya gak jadi masalah kalau body lecet. Rusak? Tinggal beli lagi. Sok kaya? Bukan, ini namanya konsekuensi logis. Sadar beli motor mahal, harus siap dengan biaya perawatannya. Beli barang mahal, kantong harus tebal. Ini namanya pola pikir. Kalo tidak mampu/siap melakukan perawatan dengan biaya yang mahal, yah berarti berarti memaksakan diri. Ini dia mindset yang ngawur.

Lalu bagaimana jika dalam penggunaan harian tertabrak, terjatuh atau lecet? Ini namanya resiko. Tidak bisa ditolak. Selalu ada celah untuk itu. Dan jika bicara mahal atau tidaknya, yah dalam konteks tingkatan ekonomi, jelas berbeda. Contoh, kampas rem Ninja250 yang orisinal harganya sekitar Rp. 250.000,-. Bagi pengguna Ninja250, harusnya ini sih harga yang biasa saja. Nah jika pengguna motor bebek disuruh membeli kampas rem dengan harga setinggi itu, yah langsung pingsan dengan sukses. 😀

Motor mahal, yah wajar kalau sparepartnya mahal.

Contoh lain, jika mengalami tabrakan (mudah-mudahan pembaca jangan sampai ada yang mengalami), masing-masing jenis kendaraan mempunyai cost yang berbeda. Bagi pengguna motor Karisma misalnya. Menebus body depan plus batok 1 set saja bisa menyentuh angka 500ribu. Mengeluarkan duit sebesar ini saja bisa geger otaknya si pengendara bebek. Kecuali jika memang ia pecinta motor, yang perduli terhadap penampilan, berapapun harganya pasti akan ditebus. Tapi bagi seorang pengguna Ninja, nilai 500.000 hanya mampu membeli sepasang “buntut” belakang saja. Atau setara dengan dua buah kampas rem. Berapa harga body Ninja250? Jika tidak salah, per buahnya mencapai 1,2 jutaan. Nah, kalau pemilik motor bebek/matic disuruh membayangkan bayar dua juta hanya untuk body, yah dijamin yang bersangkutan kena stroke ringan, atau jantung kontemporer (bener gak nih istilahnya?).

Siapapun orangnya, apapun latarbelakang ekonominya, kalau pola pikirnya sudah cerdas, maka ia kan cerdas pula memilih kendaran sehari-hari. Tidak melulu yang mampu beli moge pakai moge saban hari. Atau yang menggunakan motor bebek itu orang kismin. Ada yang idealis, ada yang realistis. Rekan penulis ada loh yang sehari-hari pakai matic, tetapi dimodif sedemikian rupa, custom paint dan lainnya. Jika dihitung-hitung, biaya modifikasinya bisa beli CBR250 tunai. Lah berarti ini orang mampu beli Ninin/CBR250r tetapi memilih menggunakan matic. Kenapa? Alasanya dia sederhana, “Gue mau yang simple aje. Belum punya garasi utk motor gede.” Ujar pengusaha muda tersebut. Jelas yang bersangkutan tidak bercanda. Lha wong kalipernya bagian depan sudah diganti dengan merk ternama. Harga? Diatas 1 juta. Nah loh, kok motor matic lebih mahal? Kembali lagi ke pola pikir, dan tentunya juga kemampuan ekonomi. Nah, jika seorang pengguna ninin atau sibier mengeluh sparepartnya mahal, yah wajar. Tapi kalau dia tetap sanggup bayar, yah wajar juga. Tapi kalo ngeluh, dan tetep cari yang murah, yah kurang ajar. Mending naik angkot aje sekalian bro. 😛

Motor Harian, velg impor, shock impor, cakram plus handle krom, kaliper impor. Berapa total tuh? 😛

Penulis sendiri, setiap hari masih tetap menggunakan bebek. Hanya kadang-kadang saja pake redbastard. Kenapa? Simple saja sih. Blackbastard kan ada boxnya. Jadi kalau mau beli martabak, nasi uduk, soto ayam atau kwitau gak usah mumet mikir naruh dimana. Redbastard kadangkala digunakan jika mood lagi bagus :D. Bensin? Keduanya pertamax. Macet? Dua-duanya tetap bisa selap-selip selama memungkinkan. Capek? Sama aje capeknya kalo dah kena macet berjam-jam. Panas? Yah naik motor, yah panasnya samalah semua. Masak beda? 😀 Panas dari selangkangan? Bebek gak mungkin, redbastard yah iyalah, dua silinder kok gak panas, yah ngaco namanya. 😀 Enjoy sajalah. Soal CBR250R, penulis belum bisa komentar. Belum sempat nyoba punya temen, tetangga atau rekan kerja. Masih belum nemu kesempatan euy. Nanti deh kalo sudah bisa, pasti dishare.

Ada yang mau minjemin? 😛

Lalu bagaimana soal kenyamanan? Jangan terlalu percaya dengan ucapan orang yang belum pernah makan mendoan, lalu bilang tidak enak. Tapi kalau sudah makan, dan tetap bilang tidak enak, yah monggo. Mau diapain lagi. Namanya juga selera. Nah sama seperti sepeda motor. Akan sangat lebih baik jika tulisan tentang apakah motor sport 250cc cocok untuk digunakan harian juga disertakan pengujian dalam jangka waktu tertentu. Lalu dikomparasikan dengan motor sejenis.   Pasti lebih enak dibaca dan isinya padat merayap dan ramai lancar (mulai ngawur nih). Monggo siapa yang mau minjemin CBR250R ke penulis? Dijamin gak bakal dibawa kabur deh :mrgreen: (hnr)

59 comments on “Bicara Motor Harian, Bicara Mindset

  1. lebih bijak….
    Sedikit Cuplikan Alasan Pak Saranto dijual
    “Lama-lama gw berpikir juga, sungguh nggak efisien motor ini. Ini motor lebih sering ngerepotin daripada menguntungkan gw. Karena kerjaan, gw seringkali harus pergi-pergi keluar kantor, entah ke production house, entah event ini itu dan urusan lainnya. Kalo parkiran kantor gw udah tahu lah, tapi begitu pergi, tentunya gw harus mikirin parkirannya seperti apa? Maklum aja, kadang-kadang parkiran motor bener-bener kejaammmm, sempit, padat, tanahnya pun kadang lembek cuman tanah merah doang….

    Blum lagi gw mesti mikirin, jaket – helm tas taruh dimana? Sekarang gw pakai matic cuiii!!! Bagasinya GEDUEEEEE!!! jaket ujan, tas, jaket biasa, masuk semua ke bagasinya!!! Mau parkir dimanapun (sesama bebek umum he he he) juga lebih nyantai aja, geser juga gampang, he he he.”

    kapan Redbastard dijual, ganti yg 4 cylinder ? 😀

  2. Sedikit OOT.

    “Mahal atau murah, itu relatif. Kalao sanggup beli Ninja250 cash/kredit, yah harusnya gak jadi masalah kalau body lecet. Rusak? Tinggal beli lagi. Sok kaya? Bukan, ini namanya konsekuensi logis. Sadar beli motor mahal, harus siap dengan biaya perawatannya. Beli barang mahal, kantong harus tebal. Ini namanya pola pikir”

    Setuju dengan tulisan penulis seperti yg udah di quote di atas. Tapi bukan brati yg make ninja250r ga masalah kalo motornya DI-baret (inget, DI-bare, bukan karena kelalaian sendiri). Kadang pelakunya suka minta ditampol bilangnya, “baret kecil doang mas, situ kan bisa beli ninja250r”. -.- Bill Gates yg duitnya segunung jg ga akan seneng kalo mobilnya dibaret org terus orgnya blg gt -.-

    • @vanz, mudah-mudahan si motor aye jangan sampai digituin yah bro. 😀 Bisa esmosi jiwa. Kalo kasusnya udah begitu, dicubit aje bro, jangan ditampol. Tapi dalam konteks bahasan, yah tetap masuknya ke resiko. Masak mau parkir motor dipantengin terus? Lha, modyar… 😀
      @virus, japemethe & long’s, biar gak bingung, ngupi dulu brads. Baru lanjut ngobrol lagi.

  3. @jape methe
    bro ane perhatikan setiap ad komparasi ninja250 dipake harian, ente selalu “memakai”
    artikel om arantan utk “kerancuan”??? what the kamsud, padahal pembaca dh tau bahwa ninja250 bagi yg “punya” tentu tau konsekuensi nya apa…dan ampir rata2 gak ad yg mengeluhkan ninja250 dipake harian…pegel2 gak juga, dan pada akhir ny yg jual ninja250 hnya krn faktor bosan, naek kelas level lain dll…loh loh loh kok jd kmn-mn…
    *pliss deh jgn pake artikel orang utk “kerancuan gak berujung”…

  4. @bro virus
    terimakasih atas perhatiannya, tapi bukannya di artikel ini juga sedang membahas komparasi n250 dipakai harian atau tidak dengan “memakai” alasan yg ada di artikelnya pak saranto juga. Dan kata mas triatmono kalo beropini harus disertai data.
    lagian saya tampilkan biar tidak salah kutip baca langsung dari sumbernya.
    soal kerancuan gak berujung mungkin saya terbawa artikel yang dibuat blogger..atau mungkin sayalah sumber yang membuat kerancuan sehingga IWB buat artikel n250 tdk cocok buat harian, terus dikomentari nggateli bro beny, lalu dibantah dengan 3 artikel oleh mas triatmono, dan mungkinj saya juga yg menyebabkan pak saranto buat dua artikel yang bertentangan. Ya mohon dimaafkanlah. saya awalnya cuma tergoda untuk berkomentar. eh itu bro triyanto dan redbullrider “memakai” juga.
    sekali lagi terimakasih perhatiannya.

  5. Sumpah,
    Guling muter-muter baca komentar bro Jape methe… Kog bisa2 ny yha ada blogger yg gak konsisten dgn ucapan ny:lol: yg lbh parah di sertai 2 Link yg di maksud

    Hitam – Putih

  6. Ping-balik: Review Blogz,… bicara motor harian bicara mindset …!!! « Rudi Triatmono Personal Blogs

  7. mindset tu mirip selera…. ga bisa dibahas…. kalo pndapat ane yg paling logis dan obyektif adalah ‘sebenarnya motor punya fungsi dg fitrah yg beda2’

    nggatheli250r kurang cocok berjalan di lumpur karena fitrahnya di aspal (obyektif)…tp kalo yg punya mau offroad pake ni motor dan dia suka ya silakaan aja (subyektif)

  8. mindset tu mirip selera…. ga bisa dibahas…. kalo pndapat ane yg paling logis dan obyektif adalah ‘sebenarnya motor punya fungsi dg fitrah yg beda2’

    nggatheli250r kurang cocok berjalan di lumpur karena fitrahnya di aspal (obyektif)…tp kalo yg punya mau offroad pake ni motor dan dia suka ya silakaan aja (subyektif)

    salam obyektip

  9. sejauh yg saya ketahui motor itu terbagi menjadi beberapa tipe design yg disesuaikan dengan peruntukkannya:

    bebek : untuk perkotaan atau medan agak sedikit naik turun (lebih fleksibel)
    matic : diperuntukkan untuk perkotaan dengan medan datar, macet (stop and go)
    racing: untuk balap di sirkuit
    touring : perjalanan jauh dengan medan yg naik turun
    motor trail : untuk medan yg ekstrim
    moge : untuk motorcycle enthusiast

    nah ketika berbicara motor harian maka itu subjektif sekali tergantung si empu-nya motor, alasannya bisa karena itu motor-satu2 -nya, bisa karena prestise/kebanggaan, makanya si empu-nya motor mengambil resiko akibat penyimpangan fungsionalitas dari motor tersebut, misalnya pegal pinggang, tersengat panas radiator, pegal menekan kopling, namun karena alasan2 subjektif tadi maka resiko ini dikesampingkan.

    setiap tipe motor di-design sesuai dengan peruntukannya/fungsinya untuk mengoptipmalkan dan mempermudah penggunaannya, namun semuanya terserah si empu-nya motor toh itu motor sendiri kan 😀

  10. mampu pake BSA 350cc monggo, mau pake ferrari buat ngantor tiap hari silahkan, pake helicopter juga boleh…
    Apapun kendaraan harian anda, sesuaikan dengan muka :mrgreen:

  11. ngakak gua baca artikel ini, ternyata para anggota OBI pada buat artikel ttg ninja karena membantah artikel bro IWB. Padahal menurut saya sbg pembaca & pengunjung blog, rasanya gak ada yg salah dg artikel bro IWB. Sebenarnya masalah timbul bila bro B*nny memberi komentar ”nggatelli”. Coba aja kl memberi komentar dg memakai kata2 yg lebih akrab & sopan psti jg kagak ada yg marah…

    Hanya opini pribadi………..

  12. untuk menentukan apakah cocok untuk harian mungkin bisa dilihat dari biaya opersional dan perawatannya. sanggup gak mengeluarkan biaya tersebut untuk sehari2? kalau tidak sanggup, berarti motor tersebut tidak cocok untuk anda. misalnya dipakai harian, pasti komponen akan lebih cepat aus, daripada bila dipakai non harian (misalnya hanya pas perjalanan jauh, saat tertentu, dll). sanggup gak mengeluarkan biaya untuk perawatannya itu? kalau tidak sanggup, berarti motor tersebut tidak cocok untuk anda pakai harian (boleh dimiliki, asal tidak dipakai harian untuk meminimalkan biaya2 tersebut).

  13. Nice artikel bos bodats.
    numpang sharing, Saya pemakai ninja 250r di surabaya. dipakai sehari2 bolak balik ngampus,abis itu ke tempat kerja dan lain2 kurang lebih 40 km per hari. paling pol biasanya cuma gigi 3, habisnya ketemu macet terus, kalau ketemu jalan lowong jarang banget (brangkat dan pulang pas jam macet macetnya terus). dan slama ini masih ga masalah (udah 5 bulanan). cuma memang saya akui lebih nyaman memakai Ninja di weekend 😀

  14. Siip. Orang yang dapat membedakan kebutuhan daripada keinginan adalah orang rasional. Saya milih Thunder dan bangga dengan pilihan ini karena cocok dengan situasi dan kondisi saya.

    Jadi ayo kita gerakkan milih motor sesuai kebutuhan bukan sekedar mampu beli atau keinginan saja.

  15. Salam kenal bro….
    Numpang sharing juga ya…. Saya sendiri juga pemakai ninja 250, walopun skrg berdinas di luar jawa, tapi setiap pulang ke jakarta pasti menyempatkan waktu utk keliling2 dgn ninja itu setiap hari. Entah pagi, siang, sore, ato malam, cuaca panas atopun hujan pasti dilakoni. Sekalipun tiap keluar ketemu jalan macet, yah fine2 aja koq (jkt gitu lho….hehehe). Pernah sekal waktu lewat rute pamulang-condet, dengan situasi macet jam pulang kantor, ditambah ujan deras dan banjir, menempuh perjalanan 3 jam lebih….oke2 aja, bahkan menikmati suasananya.
    Menurut saya sih, kalo namanya anak motor, mau pake motor murah ato mahal, matik, bebek, batangan sekalipun, ya mestinya gak masalah menemui kondisi jalanan dan cuaca apapun….(asalkan motor sendiri ya, bukan minjem….). Asalkan kita enjoy bawa motornya, dan tetap santun di jalan….. Gak perlu dipermasalahkanlah apapun merk motornya, semua ada kelebihan dan kekurangannya koq…..
    Peace bro and keep safety riding…..

  16. mindset ane pengen motor sport, yang irit bensin, yang sparepart murah, harga motornya murah, dan komunitasnya solid.. ya Pulsar aja deh :p

    tapi ane setuju sama tulisan ini, cocok buat satu orang.. bukan berarti cocok untuk orang lain.. just be yourself..

  17. -motor trail pake ban tahu buat ngantor harian, lama-lama jadi biasa
    -motor bebek buat ke sawah, kalo setiap hari juga jadi biasa..

    tapi apa pas peruntukannya? ma jadi biasa
    -motor bebek buat ke sawah, kalo setiap hari juga jadi biasa..

    tapi apa pas peruntukannya?

  18. Cm pgn sharing..
    Sebenernya gw setuju bgt sm lo bro, keyword nya aja uda “mindset”. Artinya emg tergantung paradigma berpikir lo aja yg di “switch”. Nah ini kan ada hubungannya dgn kemampuan juga (entah finansial sampe fisik & hati lo jg).. Kebetulan gw jg skr make Megelli 250r utk harian, dr mulai ngantor pagi ampe sore, malam kuliah jg ampe jam 10. Sebenernya batin menggerutu jg krn cape riding position, susah parkir, & operasional sehari2 (terakumulasi sebulan). Tp gmn jg, kemampuan ga ada. Gw hrs ngejual motor yg lain utk dapetin motor ini, tuntutan demi keluarga jg. Siapa yg ga mau punya 1-2 motor lg bwt alternatif harian & mingguan, tp kemampuan skr ga bisa krn melihara 1 mobil jg utk keluarga. Dulu sebelum maried gw sanggup melihara Thunder 250 dan Matic Skydrive utk harian.
    Yah intinya kita uda tau konsekuensinya sebelum ambil keputusan beli motor harian ini (dlm kasus gw Megelli). Inilah “value added” nya bagi gw dan gw berusaha menikmati aja..
    Tp terus terang gw berani make megelli ini buat harian krn skr tinggal di Pekanbaru, jarak rumah ke kantor & kampus cm 5 km, ga semacet waktu dulu tinggal di Jakarta. Berangkat tiap hari dr pondok kelapa nganter istri dulu ke Sudirman (lwt kp.melayu-tebet-kuningan), lanjut ke kantor sendiri di kelapa gading. Pulang jemput lagi istri di sudirman.
    Fiuhh.. ga mungkin tuh pake megelli harian kayanya.

  19. Artikel2 yang maanfaat sip..
    Numpang Ngetik jg yahhh…

    Kalu ay sih Alamiah saja dalam hal motor ! bahkan tak terlalu berlogika Mungkin SAKAREPE..,heheheeh
    karna Motor buat Ane ya Kekasihku!!! kutunggangi, kapan Egoku ingin memperlakukannya tanpa ada hitungan kerugian, logika, bahkan efesiensi…Karna motor idaman itu menggelapkan Fikiranku…jadi waktu kau telah memiliki motor impian itu….jangan selalu ikuti kata orang lain, Nikmati, Puasi saja! itulah benar2 Gairah hidup yang TeRasakan Asli ….,Jika Kuda besimu kita Perlakukan buat harian atau hanya muter2 di komplek bahkan di pajang cantik saja GAK MASALAH…(karna ku tak tau apasih keuntungan,dan kerugiannya, )… , Hidup ini tak selalu dengan Riset, Angka, bahkan aturan orang lain…Kasiankan adiku di rumah Kepingin Harian pake Moge ..heheee
    Sebenarnya…BERGAYA bertentengan dengan Hukum EFESIENSIkan..tanx

    Salam Biker
    BANG MALEHHh

Tinggalkan Balasan & Jangan Tampilkan Link Lebih Dari 1.